Rabu, 04 Juni 2014

Kor Pulmonale Kronik (CPC/ Cor Pulmonale Chronic)

waktu mengajukan judul refrat, dengan pedenya menyebutkan cpc (kor pulmonale kronik) dan yakin bakalan banyak bahan yang didapat. setelah mendapat judul tersebut dan mengumumkan di kelompok, hanya bisa cengengesan sedangkan yang lain menatap nanar. Saat mencari bahan jurnal dan guideline mengenai cpc dan ternyata..sangat sedikit.. dan masih tahun yang lama..sangat menyesal. tapi apa mau dikata, berusaha mentranslate bahan tersebut dengan kemampuan toefl 100 (lebay) dan sisa tenaga setelah postdinas. dan alhasil memang lumayan banyak terkumpul tapi belum bisa memahami dengan baik. siplah, ini nih bahan cpc yang penuh tenaga dan keringat bercucuran membuatnya.(lebay)
Clinical Science Session

KOR PULMONALE KRONIK




Oleh :
Mangaraja Victor                             0810311014               
Eza Indahsari                                    0810312078
Stevani Irwan                                    0810131386
Mohaymin Mohaidin                       0810314277
                                               

Preseptor :
Dr. Arnelis, Sp.PD-KGEH




BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. M.DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2013

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum. Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram. Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan,dan ventrikel kiri.
Kor pulmonal menurut WHO adalah perubahan pada struktur dan fungsi ventrikel kanan. Terdapatnya edema dan gagal napas juga diajukan untuk menetapkan adanya kor pulmonal secara klinis. Walaupun prevalensi PPOK di Amerika Serikat adalah kira-kira 15 juta, prevalensi pasti dari kor pulmonal sulit untuk ditentukan, karena ia tidak muncul pada semua kasus PPOK, serta karena kurang sensitifnya pemeriksaan fisik dan uji rutin untuk deteksi hipertensi pulmonal. Kor pulmonal diperkirakan terdapat sebanyak 6-7 % dari semua jenis penyakit jantung dewasa di AS, dengan PPOK akibat bronkhitis kronik atau emfisema sebagai faktor kausatif pada lebih dari 50% kasus. Secara global, insiden kor pulmonal bervariasi antar negara, tergantung pada prevalensi merokok, polusi udara, dan faktor risiko lain terkait penyakit paru-paru.
Kor pulmonal dapat disebabkan adanya hipertensi pulmonal yang diakibatkan oleh penyakit yang menyerang paru atau vaskularisasinya. Hipertensi pulmonal menghasilkan pembesaran ventrikel kanan (hipetrofi atau dilatasi) dan berlanjut menjadi gagal jantung kanan. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi kronik, kira-kira 80-90% kasus.  .
Sebagian besar kondisi yang menyebabkan kor pulmonal bersifal kronik dan progresif lambat, namun pasien bisa datang dengan gejala akut dan membahayakan jiwa. Dekompensasi mendadak tersebut muncul ketika ventrikel kanan tidak mampu mengkompensasi pada pemaksaan kebutuhan tambahan yang tiba-tiba, yang diakibatkan oleh progresifitas dari penyakit dasar atau proses akut yang makin berat. Tingginya angka kematian yang dapat terjadi akibat penyakit ini maka penegakkan diagnosis haruslah dengan tepat dan segera. Adanya penegakkan diagnosis yang tepat dapat mengurangi angka kematian oleh karena penyakit ini. Oleh karena pentingya menegakkan diagnosis yang tepat dan segera maka oleh sebab itu kami membuat refrat dengan judul Kor Pulmonale Kronik ini.
1.2  Batasan Masalah
Referat ini membahas mengenai Kor Pulmonale Kronik, penyebab tersering, diagnosis dan tatalaksana.
1.3 Tujuan Penelitian
Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya mengenai penatalaksanaan Kor Pulmonale Kronik.
1.4 Metode Penulisan
Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari berbagai literatur.
1.5 Manfaat Penulisan
Referat ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan tentang Kor Pulmonale Kronik.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum. Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram. Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan,dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah atas jantung dan berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan sebelah bawah jantung. dan mempunyai dindinglebih tebal karena harus memompa darah ke seluruh tubuh. Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh. Atrium kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan mengalirkan darah tersebut ke paru-paru.1
Ventrikel kanan berfungsi menerima darah dari atrium kanan dan memompakannya ke paru-paru. Ventrikel kiri berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen ke seluruh tubuh. Jantung juga terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar yang merupakan selaput pembungkus disebut epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari otot-otot jantung disebut miokardium dan lapisan terluar yang terdiri dari jaringan endotel disebut endokardium.1
Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama peredaran darah.  Gerakan  jantung terdiri  dari 2 jenis yaitu  kontraksi (sistolik) dan relaksasi (diastolik). Sistolik merupakan sepertiga dari siklus jantung. Kontraksi dari ke-2 atrium terjadi secara serentak yang disebut sistolik atrial dan relaksasinya disebut diastolik atrial. Lama kontraksi ventrikel ±0,3 detik dan tahap relaksasinya selama 0,5 detik. Kontraksi kedua atrium pendek, sedangkan kontraksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus lebih kuat karena harus mendorong darah ke seluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah sistemik. Meskipun ventrikel kanan juga memompakan darah yang sama tapi tugasnya hanya mengalirkan darah ke sekitar paru- paru ketika tekanannya lebih rendah.1



















Gambar 1. Anatomi jantung a. Sisi anterior, b. Potongan Frontal1
Curah jantung merupakan volume darah yang di pompa tiap ventrikel per menit. Pada keadaan normal (fisiologis) jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kanandan ventrikel kiri sama besarnya. Bila tidak demikian akan terjadi penimbunan darah ditempat tertentu. Jumlah darah yang dipompakan pada setiap kali sistolik disebut volume sekuncup.  Dengan  demikian  curah  jantung  =  volume  sekuncup x frekuensi denyut jantung per menit. Umumnya pada tiap sistolik ventrikel tidak terjadi pengosongan total ventrikel , hanya  sebagian  dari  isi ventrikel yang dikeluarkan. Jumlah darah yang tertinggal ini dinamakan volume residu. Besar curah jantung seseorang tidak selalusama, bergantung pada keaktifan tubuhnya. Curah jantung orang dewasa pada keadaan istirahat  lebih  kurang 5 liter dan dapat meningkat atau menurun dalam berbagai keadaan.1
Pada saat jantung normal dalam keadaan istirahat, maka pengaruh sistem parasimpatis dominan dalam mempertahankan kecepatan denyut jantung sekitr 60 hingga 80 denyut per menit. Kecepatan denyut jantung dalam keadaan sehat dipengaruhi oleh pekerjaan, tekanan darah, emosi, cara hidup, dan umur. Pada keadaan normal jumlah darah yang dipompakanoleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama sehingga tidak terjadi penimbunan.1

2.2  Definisi
Istilah kor pulmonal masih sangat populer dalam literatur medis, namun definisinya masih bervariasi. Kira-kira empat puluh tahun yang lalu WHO mendefinisikan kor pulmonal sebagai “hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh penyakit yang mempengaruhi fungsi dan/ atau struktur paru-paru”. Definisi ini nyatanya memiliki nilai terbatas dalam klinis praktis. Sehingga diajukan untuk mengganti istilah “hipertrofi” dengan “perubahan pada struktur dan fungsi ventrikel kanan”. Terdapatnya edema dan gagal napas juga diajukan untuk menetapkan adanya kor pulmonal secara klinis.2
Kor pulmonal disebabkan oleh hipertensi pulmonal yang diakibatkan oleh penyakit yang menyerang paru atau vaskularisasinya. Hipertensi pulmonal menghasilkan pembesara pembesaran ventrikel kanan (hipetrofi atau dilatasi) dan berlanjut dengan berjalannya waktu menjadi gagal jantung kanan. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi kronik, kira-kira 80-90% kasus.  Penyakit jantung kanan yang disebabkan oleh penyakit primer pada jantung kiri atau penyakit jantung kongenital tidak diperhitungkan. 3
Sebagian besar kondisi yang menyebabkan kor pulmonal bersifal kronik dan progresif lambat, namun pasien bisa datang dengan gejala akut dan membahayakan jiwa. Dekompensasi mendadak tersebut muncul ketika ventrikel kanan tidak mampu mengkompensasi pada pemaksaan kebutuhan tambahan yang tiba-tiba, yang diakibatkan oleh progresifitas dari penyakit dasar atau proses akut yang makin berat.3

2.3 Epidemiologi
Walaupun prevalensi PPOK di Amerika Serikat adalah kira-kira 15 juta, prevalensi pasti dari kor pulmonal sulit untuk ditentukan, karena ia tidak muncul pada semua kasus PPOK, serta karena kurang sensitifnya pemeriksaan fisik dan uji rutin untuk deteksi hipertensi pulmonal. Kor pulmonal diperkirakan terdapat sebanyak 6-7 % dari semua jenis penyakit jantung dewasa di AS, dengan PPOK akibat bronkhitis kronik atau emfisema sebagai faktor kausatif pada lebih dari 50% kasus. Secara global, insiden kor pulmonal bervariasi antar negara, tergantung pada prevalensi merokok, polusi udara, dan faktor risiko lain terkait penyakit paru-paru.4

2.4 Etiologi
Kor pulmonal kronik adalah keadaan disfungsi yang diakibatkan oleh berbagai etiologi dan mekanisme patofisiologi (tabel 1) :
a.       Vasokonstriksi paru ( sekunder dari hipoxia alveolar atau asidosis)
b.      Reduksi anatomi dari dasar pembuluh darah paru (emfisema, emboli paru, dll)
c.       Peningkatan viskositas darah (polisitemia, sickle-cell disease, dll)
d.      Peningkatan aliran darah paru
Penyebab paling banyak pada kor pulmonale kronik adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) meliputi bronkitis kronik atau emfisema. Pada pasien PPOK tejadi peningkatan insidensi dari kelainan ventrikel kanan yang berhubungan dengan peningkatan keparahan dari disfungsi paru. Contohnya hipertropi ventrikel kanan yang terjadi sebanyak 40% pada pasien dengan FEV < 1.0 L dan pada 70% dengan FEV1<0.6 L.
 Etiologi dari kor pulmonal kronik
a.       Hipertensi arteri pulmonal
a.       Hipertensi pulmonal primer
a. Sporadik
b.    Familial
b.      Berhubungan dengan :
a.   Penyakit kolagen vaskular
b.    Kelainan kongenital pada pulmonary shunts
c.      Hipertensi portal
d.   Infeksi HIV
e.   Obat-obatan / racun
f.   Hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir
g.    Dan lain-lain
b.      Hipertensi vena pulmonal
a.       Penyakit jantung ventrikular atau atrium kiri
b.      Penykait katup jantung bagian kiri
c.       Kompresi ekstrinsik dari vena sentral pulmonal (fibrosis mediastinitis, tumor atau adenopati)
d.      Penyakit sumbatan vena pulmonal
e.       Dan lain-lain
c.       Hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan kelainan sistem respirasi dan atau hipoksemia
a.       PPOK
b.      Penyakit paru intersisial
c.       Gangguan bernafas saat tidur
d.      Kelainan hipoventilasi alveolar
e.       Penyakit paru pada neonatus
f.       Displasis pembuluh darah kapiler alveolar
g.      Dan lain-lain
d.      Hipertensi pulmonal karena trombosis kronik dan atau penyakit emboli
a.       Obstruksi tromboemboli pada arteri pulmonal proksimal
b.      Obstruksi pada arteri pulmonal distal
                                                              i.      Emboli paru (trombus, tumor dan benda asing)
                                                            ii.      Trombosis in situ
                                                          iii.      Sickle cell disease

e.       Hipertensi pulmonal
a.       Inflamasi
b.      Skistosomiasis
c.       Sarkoidosis
d.      Dan lain-lain
2.5 Patofisiologi
Kelainan fisiologis pada kelompok penyakit ini berhubungan dengan fungsi respirasi dan dapat juga berhubungan dengan hemodinamik pada sirkulasi pulmonal yang dapat diklasifikasikan sebagi berikut :
A.                                                                                    Gangguan fungsi respirasi
Penurunan fungsi respirasi yang berhubungan dengan 4 bagian :
a.       Kelainan ventilasi obstruksi
Kelainan seperti obstruksi aliran udara pada trakeobronkhial.
b.      Kelainan ventilasi penyempitan
Kelainan reduksi dari kapasitas ventilator tanpa obstruksi dari aliran udara
c.       Kelainan pada difusi udara pulmonal
Kelainan pertukaran udara antara alveoli dan kapiler darah pulmonal yang berhubungan dengan kelainan anatomi atau fungsional.
d.      Reduksi pada rasio ventilasi dan perfusi
Hasil akhir dari kelainan fungsional jantung dan paru terlihat dari tekanan oksigen dan karbondioksida darah arteri. Interaksi beberapa gangguan pada fungsi terlihat pada beberapa penyakit, contohnya pada bronkitis kronik dengan emfisema pada gangguan obstruksi ventilasi udara tapi ini berhubungan dengan tingkat kerusakan pada difusi udara pada pulmonal dan reduksi pada rasio ventilasi dan perfusi. Pada fibrosis pulmonal yang berat kelainan yang terjadi berupa restriksi pada ventilasi udara tapi bisa juga berhubungan dengan reduksi pada difusi udara dan rasio perfusi ventilasi.

B.                                                                                    Kelainan hemodinamik pda sirkulasi pulmonal
Resistensi pembuluh darah pulmonal pada tekanan darah dan aliran darah dapat berhubungan dengan kerja pada ventikel kanan. Hipertopi ventrikel kanan pada kor pulmonale kronik berasal dari peningkatan kerja yang behubungan dengan berubahnya hemodinamik pada sirkulasi paru. Seperti mekanisme yang trjadi pada orang normal saat berolahraga. Dimana terjadi perubahan aliran dan tekanan untuk mengkompensasi kebutuhan tubuh. Peningkatan resistensi pembuluh darah paru dapat berhubungan dengan :
a.       Obstruksi pada pembuluh darah pulmonal
Seperti pada trombosis, emboli mengakibatkan perubahan yang terjadi pada dinding pembuluh darah yang akhirnya terjadi tekanan dari luar ke dinding pembuluh darah.
b.      Reduksi ukuran dari dasar pembuluh kapiler pulmonal yang terjadi pada reseksi paru atau emfisema.
c.       Perubahan fungsional dimana terjadi perubahan pada kemampuan pembuluh darah pulmonal dan efeknya yang berhubungan antara kapasitas pada dasar pembuluh darah dan aliran darah atau volume.
Faktor penyebab yang bervariasi akan menghasilkan peningkatan resistensi pembuluh darah pulmonal yang berhubungan dengan bervariasinya derajat penyakit yang terjadi berdasarkan penyakit primer yang mendasari tersebut. Perubahan “Fungsional” tampak pada seringnya terjadi hipoksemi yang berhubungan dengan kelainan pada fungsi respirasi. Faktor-faktor penting lainnya bisa terjadi pda tekanan karbondioksida adanya shunts dan faktor darah itu sendiri yang membuat terjadinya perubahan pada jantung dan paru.
Pada banyak kasus, mekanisme terjadinya kor pulmonal kronik berhubungan juga dengan hipertensi pulmonal. Pada emfisema, contohnya, banyak kombinasi dari penyebab penyakit ini yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit kor pulmonale kronik. Yaitu seperti terjadinya kompresi pembuluh darah kapiler dengan peningkatan tekanan intraalveolar, vasokonstriksi sekunder hingga terjadinya hipoksemia dan hiperkapnia, hipervolemia dan polisitemia dan peningkatan output jantung.
Pada bronkitis akan menyebabkan terjadinya hipoventilasi alveolar, peningkatan efek dari hipoksemia dan hiperkapnia. Kelainan ini dapat terlihat pada fungsi respirasi dan resistensi pembuluh darah pulmonal yang sering terjadi pada penyakit yang sama. Penyakit yang mendasari ini yang dapat saling berkorelasi sehingga menjadi penyakit kor pulmonal kronik.
Curah jantung dari ventrikel kanan dann kiri disesuaikan dengan preload, kontraktilitas dan afterload. Meski dinding ventrikel kanan tipis, namun masih dapat memenuhi kebutuhan saat terjadi aliran balik vena yang meningkat mendadak ( seperti saat menarik napas).6
Peningkatan afterload akan menyebabkan pembesaran ventrikel kanan yang berlebihan. Hal ini terjadi karena tahanan di pembuluh darah paru sebagai akibat gangguan pembuluh darah itu sendiri maupun akibat kerusakan parenkim paru. Peningkatan afterload ventrikel kanan dapat terjadi karena hiperinflasi paru akibat PPOK dimana terjadi kompresi kapiler alveolar dan perubahan ukuran pembuluh darah paru. Peningkatan ini juga dapat terjadi ketika volume paru turun mendadak akibat reseksi paru. Pada retriksi paru ketika pembuluh darah mengalami kompresi dan berubah bentuk maka dapat juga terjadi peningkatan afterload ventrikel kanan. Dapat juga terjadi peningkatan afterload ventrikel kanan pada vasokonstriksi paru dengan hipoksia atau asidosis.6
      Perubahan hemodinamik kor pulmonal paru pada PPOK dari normal menjadi hipertensi pulmonal, kor pulmonal dan akhirnya menjadi kor pulmonal yang diikuti dengan gagal jantung. 6
      Teori yang lain dapat diterima yaitu terjadinya kor pulmonale kronik adalah karena terjadinya hipoksia alveolar yang mendasari terjadinya remodeling pada dasar pembuluh darah paru ( hipertropi pada otot pada pembuluh darah kapiler paru, pembentukan otot pada pembuluh darah arteriol pada paru dan fibrosis pada tunika intima) bergabung dengan kelainan lainnya. Remodelling ini akan membuat peningkatan resistensi pembuluh darah paru dan akhirnya menjadi hipertensi pulmonal. Seringnya remodelling pada pembuluh darah paru dapat dilihat pada pasien PPOK non hipoksemia dengan derajat penyakit sedang hingga berat. Faktor fungsional lainnya akan saling berhubungan. Seperti terjadinya asidosis hiperkapnia dan hiperviskositas yang disebabkan oleh polisitemia.7
Pada idiopatik fibrosis pulmonal peningkatan resistensi pembuluh darah paru dikarenakan faktor anatomis seperti terjadinya kerusakan dasar pembuluh darah paru atau kompresi arteriol dan kapiler oleh karena proses fibrosis. Hipertensi pulmonal meningkatkan kerja ventrikel kanan dimana akan menyebabkan terjadinya pembesaran ventrikel kanan (hipertropi dan dilatasi) yang akhirnya akan terjadi disfungsi ventrikular (sistolik dan diastolik). Yang akhirnya dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung kanan. Dapat terlihat pada terjadinya udem perifer. Interval onset antara hipertensi pulmonal dan terjadinya gagal jantung kanan dapat  bervariasi pada tiap pasien.7
2.6 Diagnosis7
A. Anamnesis
Tidak ada gejala klinis yang khas yang terjadi berhubungan dengan hipertropi ventrikel kanan. Gejala klinis yang terlihat adalah berupa hipertensi pulmonal, termasuk adanya dispnu saat beraktivitas, fatig, letargi, nyeri dada dan sinkope.
            Fatig, letargi dan sinkope saat beraktivitas merupakan pengaruh dari peningkatan output jantung selama tekanan saat beraktivitas tersebut karena obstruksi pembuluh darah pada arteriol paru. Angina tipikal akan dapat terlihat. Mekanisme terjadinya angina belum terlalu jelas, sesuai dengan tekanan pada arteri dan iskemik ventrikel kanan yang dapat terlihat. Iskemik ventrikel kanan dapat diakibatkan oleh hipoksemia selama beraktivitas sehingga dapat terjadinya angina
Diagnosis kor pulmonal ditegakkan dengan menemukan tanda PPOK; asidosis dan hiperkapnia, hipoksia, polisitemia dan hiperviskositas darah, hipertensi pulmonal (diketahui dengan adanya gambaran EKG P pulmonale dengan deviasi aksis ke kanan. Pada foto Thoraks terdapat pelebaran cabang paru di hilus), hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan dan gagal jantung kanan (ditegakkan dengan adanya peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites maupun edema tungkai). 2
            Anamnesis mungkin ditemukan adanya sesak nafas, riwayat batuk yang sudah lama, batuk berdarah dan nyeri dada.

B. Pemeriksaan Fisik
Pada Kor Pulmonale Kronik dapat dideteksi dari hipertensi pulmonal dan hipertropi ventrikel kanan, terkadang dapat berhubungan dengan kegagalan fungsi ventrikel kanan. Peningkatan intensitas dari komponen pulmonal pada suara jantung, akan dapat dipalpasi. Pada auskultasi jantung dapat terdengar adanya murmur sistolik ejeksi, pada derajat penyakit yang lebih parah dapat terdengar adanya murmur regurgitasi diastolik pumonal. Hipertropi ventrikel kanan terlihat pada prominent gelombang A pada pulsasi vena jugular. Kegagalan ventrikel kanan akan menyebabkan terjadinya hipertensi vena sistemik. Sehingga dapat terjadi peningkatan tekanan vena jugular dengan prominen gelombang V, suara ketiga ventrikel kanan dan high-pitched tricuspid regurgitant murmur. Murmur pada ventrikel kanan dan galop terdengar pada saat inspirasi. Pada emfisema yang berat, peningkatan diameter AP (anteroposterior) dada sehingga membuat auskultasi akan susah didengar dan perubahan posisi impulse ventrikel kanan.
A.     Jugular Vein Pressure
Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai tekanan atrium kanan. Tekanan vena jugularis paling baik dinilai jika pasien berbaring dengan kepala membentuk sudut 300. Tekanan vena jugularis dinilai dalam satuan cm H2O (normalnya 5-2 cm) dengan memperkirakan jarak vena jugularis dari bidang diatas sudut sternal. Pada HF stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal pada waktu istirahat namun dapat meningkat secara abnormal seiring dengan peningkatan tekanan abdomen  (abdominojugular reflux positif). Gelombang v besar mengindikasikan keberadaan regurgitasi trikuspid.
B.     Pemeriksaan hepar dan hepatojugular reflux
Jika ditemukan, pembesaran hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat berdenyut selama systole jika regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites sebagai tanda lajut, terjadi sebagai konsekuensi peningkatan tekanan pada vena hepatica dan drainase vena pada peritoneum. Jaundice, juga merupakan tanda lanjut pada CPC, diakibatkan dari gangguan fungsi hepatic akibat kongesti hepatic dan hypoxia hepatoseluler, dan terkait dengan peningkatan bilirubin direct dan indirect.
C.     Edema tungkai
Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada gagal jantung kanan, namun tidak spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang diterapi dengan diuretic. Edema perifer biasanya sistemik dan dependen pada CPC dan terjadi terutama pada daerah Achilles dan pretibial pada pasien yang mampu berjalan. Pada pasien yang melakukan tirah baring, edema dapat ditemukan pada daerah sacral (edema presacral) dan skrotum. Edema berkepanjangan dapat menyebabkan indurasi dan pigmentasi ada kulit.
Udem pada pasien Kor Pumonale Kronik pada PPOK yang berat berhubungan dengan gagal jantung kanan, pada pasien yang lain udem dapat terjadi tanpa diikuti gejala gagal jantung kanan. Hiperkapnia dapat terjadi. Berhubungan dengan adanya retensi Na pada tubuh pasien.
C.Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana gagal jantung kanan telah mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti : hati, ginjal dan lain-lain.
Gejala yang jarang terjadi berhubungan dengan hipertensi pulmonal : batuk, hemoptisis, hoarseness ( penekanan nervus laringeal dengan dilatasi arteri pulmonal) Kegagalan jantung kanan yang berat dapat menyebabkan terjadinya kongesti hepatik yang akhirnya dapatt terjadinya anoreksi dan rasa tidak nyaman pada kuadran kanan atas perut.
D.                    Pemeriksaan Penunjang
1.Rontgen dada
            Karakteristik pada rontgen pada hipertensi arteri pulmonal terlihat adanya pemebsesaran pada sentral arteri pulmonal. Pada 95% pasien dengan PPOK dan hipertensi pulmonal, diameter dari cabang kebawah arteri pulmonal kanan adalah lebih besar 20mm. Gagal jantung kanan akan terlihat ventrikular kanan dan dilatasi atrial kanan pada rontgen dada. Pembesaran ventrikular menyebabkan penurunan ukuran retrosetenal. Bagaimanapun, beberapa kelainan yang bisa ditemukan ini dapat juga ditemukan pada kifosis, hiperinflasi paru, pembesaran ventrikular kiri, atau penyakit paru intersisial.
2.          Elektrokardiogram
Akan terlihat tanda hipertropi ventrikel kanan. Yaitu deviasi aksis kanan dan rasio R/S lebih dari 1 pada lead V1, peningkatan amplitudo gelombang P pada lead II (P pulmoale) merupakan tanda pembesaran atrium kanan, inkomplit atau komplit Right Bundle Branch Block, pada akut kor pulmonale, dengan emboli pulmonale akut, akan terlihat gambaran klasik pada gelombang S di lead I denan Q dan T inverted pada lead III.
3.             Dopler ekokardiografi
Merupakan pemeriksaan noninvasif pada penilaian tekanan arteri pulmonal. Ini merupakan tekhnis dengan menghitung fungsional trikuspid insufisiensi yang selalu ada pasien dengan hipertropi atrium. Maksimum regurgitasi trikuspid jet velocity akan terekam dan tekanan arteri pulmonal akan dikalkulasikandengan rumus Bernoulli.
4.      Tes fungsi paru
Pada pasien dengan riwayat penyakit paru dengan fungsi jantung normal. Pada penyakit paru intersisial yang berat (dengan volume paru dibawah 50%normal) hipertensi pulmonale sekunder, sewaktu restriksi sedang akan menyebabkan terjadinya hipertensi arteri pulmonal itu sendiri.
5.         Biopsi Paru
Pemeriksaan patologik sering dilakukan pada intra-operative untuk melihat ireversibel arteri pulmonal. Kateterisasi jantung pada pembuluh darah pulmonal yang resisten dan respon vasodilator yang adekuat dapat membantu terapi yang akan dilakukan.
2.7 Tatalaksana
Terapi pengobatan untuk kor pulmonal kronik adalah lebih terfokus kepada pengobatan pada penyakit paru yang mendasari terjadinya kor pulmonal dan memperbaiki oksigenasi dan fungsi venrikel kanan (RV) dengan meningkatkan kontraktilitas RV dan menurunkan vasokonstriksi paru paru.4
Terapi suportif kardiopulmonal pada pasien yang mengalami kor pulmonal akut dengan akibat kegagalan ventrikel kanan ialah pemberian cairan dan vasokonstriktor (contohnya : epinefrin) supaya tekanan darah dapat dipertahankan. Terapi oksigen, diuretik, vasodilator , digitalis, teofilin dan terapi antikoagulasi diberikan untuk manajemen jangka panjang kor pulmonal. 4
Terapi untuk kor pulmonal kronik : 4,6
(1) Terapi oksigen adalah penting untuk pasien yang mempunyai penyakit paru obstruktif yang mendasari CPC contohnya PPOK Biasanya pada CPC  PaO2 adalah dibawah 55 mmHg.Terapi oksigen akan meredakan vasokonstriksi paru kemudian akan meningkatkan kardiak output dan memperbaiki hipoksemia  jaringan dan memperbaiki fungsi renal
(2) Terapi diuretik digunakan  untuk menurunkan  pengisian   volume ventrikel kanan (RV) pada pasien CPC dan juga pada penyakit berhubungan dengan edem perifer .Agen ini akan meningkatkan fungsi pada kedua belah ventrikel tetapi diuretic mungkin menyebabkan efek terbalik hemodinamik ketika tidak digunakan  dengan hati–hati. Pengeluaran cairan yang banyak dapat menurunkan  kardiak output . Selain itu bisa juga menyebabkan  hipokalemia ketika cairan banyak dikeluarkan .

(3) Terapi vasodilator

Terapi nifedipine dan diltiazem akan menurunkan tekanan pulmonar.Selain itu ada juga digunakan kelas vasodilator yang lain yaitu agonis beta ,nitrat dan  angiotensin –coverting enzyme (ACE) tetapi pada umumnya vasodilator gagal menunjukkan perbaikan pada pasien yang dating dengan PPOK  jadi tidak rutin digunakan

(4)  Agen glikosida kardiak

Penggunaan  agen glikosida kardiak seperti digitalis  pada pasien kor pulmonal .Agen ini digunakan dengan hati- hati  dan tidak digunakan pada kejadian  fase akut   insuffisiensi respiratorik dengan  level  fluktuasi hipoksia dan asidosis .Pasien yang mengalami hipoksemia atau asidosis adalah meningkat resiko untuk terjadi nya aritmia .

(5) Teofilin

Pada efek bronkodilator teofilin di dapatkan dapat menurun kan resistensi vaskular pulmonal dan tekanan arteri pulmonar pada pasien CPC yang didasari oleh PPOK.Theofilin merupakan efek inotropik lemah dan dengan ini meningkatkan ejeksi ventrikel kanan dan kiri.Dosis rendah teofilin juga di cadangkan untuk efek anti inflamasi yang membantu untuk control penyakit mendasari paru seperti PPOK

(6) Warfarin

Antikoagulasi dengan terapi warfarin di rekomendasikan pada pasien yang memiliki resiko tinggi terjadinya tromboembolisme.,Pada kebaikan antikoagulasi  ini meningkat perbaikan symptom pada pasien dengan hipertensi arteri pulmonary (PAH).

(7) Flebotomi

Diindikasikan pada pasien dengan CPC dan hipoksia kronik yang disebabkan oleh polisitemia ,yang dpapat didefinisikan ketika hematokrit  65% astau lebih .Flebotomi digunakan untuk menurunkan  tekanan arteri pulmonar yang jelas dan menurunkan resistensi vaskular pulmonar .Tetapi tiada bukti peningkatan survival hidup

2.8 Komplikasi
Komplikasi pada kor pulmonal ialah sinkop, hipoksia, kongesti hepatik pasif dan kematian. 4
2.9 Prognosis
Prognosis CPC bervariasi dengan penyakit patologi yang mendasarinya .Perkembangan pada CPC adalah akibat dari penyakit pulmonar primer biasanya memiliki prognosis yang lebih buruk .Sebagai contoh ,pasien  dengan PPOK yang memicu terjadi nya CPC memiliki 30%  5 tahun survival hidup. 4
Prognosis pada kejadian akut yang disebabkan oleh embolisme pulmonar masif atau penyakit  acute respiratory distress syndrome (ARDS) tidak menunjukkan pergantungan ada atau tidak disertai dengan CPCD.Terdapat beberapa faktor yang mungkin menyebabkan mortaliti dalam rumah sakit termasuk yaitu : 4
-Usia melebihi 65 tahun
-tirah baring lebih dari 3 hari
-Sinus Takikardia
-Takipnu






BAB III
PENUTUP
            Istilah kor pulmonal masih sangat populer dalam literatur medis, namun definisinya masih bervariasi. Kira-kira empat puluh tahun yang lalu WHO mendefinisikan kor pulmonal sebagai “hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh penyakit yang mempengaruhi fungsi dan/ atau struktur paru-paru”. Definisi ini nyatanya memiliki nilai terbatas dalam klinis praktis. Sehingga diajukan untuk mengganti istilah “hipertrofi” dengan “perubahan pada struktur dan fungsi ventrikel kanan”. Terdapatnya edema dan gagal napas juga diajukan untuk menetapkan adanya kor pulmonal secara klinis.
            Tidak ada gejala klinis yang khas yang terjadi berhubungan dengan hipertropi ventrikel kanan. Gejala klinis yang terlihat adalah berupa hipertensi pulmonal, termasuk adanya dispnu saat beraktivitas, fatig, letargi, nyeri dada dan sinkope. Anamnesis mungkin ditemukan adanya sesak nafas, riwayat batuk yang sudah lama, batuk berdarah dan nyeri dada.
            Pada Kor Pulmonale Kronik dapat dideteksi dari hipertensi pulmonal dan hipertropi ventrikel kanan, terkadang dapat berhubungan dengan kegagalan fungsi ventrikel kanan. Peningkatan intensitas dari komponen pulmonal pada suara jantung, akan dapat dipalpasi. Pada auskultasi jantung dapat terdengar adanya murmur sistolik ejeksi, pada derajat penyakit yang lebih parah dapat terdengar adanya murmur regurgitasi diastolik pumonal. Hipertropi ventrikel kanan terlihat pada prominent gelombang A pada pulsasi vena jugular.
Pemeriksaan Penunjang meliputi rontgen dada ,elektrokardiogram, Dopler ekokardiografi ,tes fungsi paru dan biopsi paru .
Terapi pengobatan untuk kor pulmonal kronik adalah lebih terfokus kepada pengobatan pada penyakit paru yang mendasari terjadinya kor pulmonal dan memperbaiki oksigenasi dan fungsi venrikel kanan (RV) dengan meningkatkan kontraktilitas RV dan menurunkan vasokonstriksi paru paru.4



DAFTAR PUSTAKA

  1. Scanlon VC, Sanders T. Essentials of anatomy and physiology fifth edition. 2007. F.A Davis company. Philadelphia. Hal. 274-278, 296
  2. Weitzenblum E. Chronic Cor Pulmonale. Heart. 2003; 89: 225-30.
  3. Bhattacharya A. Cor Pulmonale. JIACM. 2004;5(2): 128-36.
  4. Sovari AA, Cor pulmonale overview of cor pulmonale management. diakses dari http:// emedicine.medscape.com/article/165139-overviev pada 20 Juli 2013.
  5. American Heart Association. Chronic cor pulmonale : Report of an expert comittee. 1963. hal 594-615
  6. Harun S., Ika PW. Kor pulmonal kronik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi IV. 2008. Hal. 1695-96.
  7. Shujaat A. et al. Pulmonary hypertension and chronic cor pulmonale in COPD. International journal of COPD. 2007:2(3) 273-282.





1 komentar: