BAB I
TINJAUAN
PUSTAKA
Infeksi virus dengue merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Infeksi
virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang
bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undiffrentiated febrile
illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) sampai demam berdarah dengue
disertai syok (dengue shock syndrome). Patofisiologi utama penyakit DBD adalah
terjadinya kebocoran plasma yang disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas
pembuluh darah (vasculer).
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD
(dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri
sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeniadan
diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok Terdapat 4 gambaran klinis utama
dari penyakit DBD pada
anak, yaitu demam tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan terjadinya
renjatan (syok). Diagnosis klinis Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue didasarkan
pada kriteria klinis dan laboratorium, trombositopenia dan peningkatan
hematokrit . Diagnosis pasti adalah dengan ditemukannya virus dengue
sebagai penyebab infeksi virus
dengue pada penderita. Menemukan virus dengue pada penderita hanya
dapat dilakukan di laboratorium dengan cara isolasi virus, deteksi antigen
virus dengue dalam serum atau jaringan tubuh, dan deteksi antibodi spesifik
dalam serum penderita. Tatalaksana terhadap penyakit Demam Dengue meliputi pemberian
antipretik untuk menurunkan suhu tubuh, pemberian cairan untuk mencegah
renjatan (syok), dan mengatasi perdarahan.
1.
PENDAHULUAN
Infeksi
virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan
oleh David Bylon, dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue
menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse
koorts) kadang juga disebut sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut
demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam 5 hari disertai dengan
nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala.
Di
Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan kemudian
disusul dengan daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita menunjukkan
kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, dan penyakit ini banyak terjadi di
kota-kota yang padat penduduknya. Akan tetapi dalam tahuntahun terakhir ini,
penyakit ini juga berjangkit di daerah pedesaan.
Berdasarkan
penelitian di Indonesia dari tahun 1968-1995 kelompok umur yang paling sering
terkena ialah 5 – 14 tahun walaupun saat ini makin banyak kelompok umur lebih
tua menderita DBD. Saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata
10-25/100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna < 2%Penyakit
Demam Dengue (DD) merupakan
penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak. Penyakit ini disebabkan oleh
virus dengue. DD dapat
ditularkan dari satu orang kepada orang lainnya. Virus dengue ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Setelah virus
berada dalam tubuh penderita akan menimbulkan berbagai efek klinis, mulai
dengan demam tinggi, perdarahan, sampai terjadinya renjatan (syok). Tatalaksana
yang cepat dapat menyelamatkan penderita.
2.
ETIOLOGI
Virus dengue
merupakan bagian dari famili Flaviviridae. Keempat serotipe virus dengue
(DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4) dapat dibedakan dengan metode serologik.
Infeksi pada manusia oleh salah satu serotipe menghasilkan imunitas sepanjang
hidup terhadap infeksi ulang oleh serotipe yang sama, tetapi hanya menjadi
perlindungan sementara dan partial terhadap serotipe yang lain. Virus dengue
menunjukkan banyak karakteristik yang sama dengan flavivirus lain, mempunyai
genom RNA (Riba Nucleic Acid) rantai tunggal yang dikelilingi oleh nukleokapsid
ikohedral dan terbungkus oleh selaput lipid. Virionnya mempunyai diameter
kira-kira 50 nrn. Genom flavivirus mempunyai panjang 11 kb (kilobases), dan
mempunyai urutan genom lengkap untuk mengisolasi keempat serotipe. Virus
terdiri dari 3 struktur dan 7 protein tidak terstruktur yaitu: nukleokapsid
atau protein inti, protein yang berkaitan dengan .membran (M) dan protein
pembungkus (E) dan tujuh gen protein nonstruktural (NS). Domain bertanggung
jawab untuk netralisasi, fusi, dan interaksi reseptor virus dengan protein
pembungkus.
3.
VEKTOR
A. aegypti
adalah spesies nyamuk tropis dan subtropis yang ditemukan antara garis lintang
35 U dan 35 S. Distribusi A. Aegypti juga dibatasi oleh ketinggian sehingga
nyamuk ini tidak ditemukan di atas ketinggian 1.000 m. A. aegypti adalah salah
satu vektor nyamuk yang paling utama untuk arbovirus karena nyamuk ini sangat
antropofilik, hidup dekat manusia, dan sering hidup di dalam rumah sekitar
kamar tidur, pakaian, dan air bersih sehingga sulit untuk mengontrolnya dari
lingkungan luar. Nyamuk dewasa lebih senang menggigit pagi hari dan sore hari
4.
PENULARAN
Setelah
menggigit manusia .yang terinfeksi, virus dengue memasuki nyamuk betina dewasa.
Virus pertama kali bereplikasi dalam midgut kemudian bereplikasi dalam kelenjar
saliva nyamuk yang lamanya kurang lebih 8-12 hari, periode ini disebut periode
ekstrinsik. Nyamuk yang mengandung virus tersebut kemudian menggigit manusia
lain dan bereplikasi dalam tubuh manusia dengan masa inkubasi 4-7 hari (3-14
hari) yang disebut periode intrinsik. Viremia terjadi 1 hari sebelum dan 5 hari
setelah onset penyakit.
5.
PATOFISIOLOGIS
Penelitian patogenesis infeksi virus dengue sampai sekarang
merupakan penelitian yang paling menantang. Hal tersebut disebabkan sejauh ini
belum ada suatu teori yang dapat menerangkan secara tuntas patogenesis infeksi
virus dengue. Dua teori yang kini digunakan untuk menjelaskan perubahan
patogenesis infeksi virus dengue yaitu hipotesis infeksi sekunder
(secondary heterologous infection) dan hipotesis antibody dependent enhancement
(ADE). Beberapa
hipotesis telah dibuktikan untuk menjelaskan peningkatan insidens kasus yang
berat setelah terjadi infeksivirus dengan serotipe yang berbeda. Penelitian
secara in vitro telah memperlihatkan bahwa ada cross reactive non neutralizing
dari antibodi dengue berbentuk kompleks virus yang heterologous.
a. Berdasarkan
Teori Infeksi Sekunder
Teori
infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi primer
dengan satu jenis virus, akan terjadi kekebalan terhadap infeksi jenis virus
tersebut untuk jangka waktu yang lama. Jadi seseorang yang pernah mendapat
infeksi primer virus dengue akan mempunyai antibodi yang dapat menetralisasi
virus yang sama (homologous). Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi
sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain maka terjadi infeksi berat
karena pada infeksi selanjutnya antibodi heterologous yang terbentuk pada
infeksi primer tidak dapat menetralisasi virus dengue serotipe lain (non
neutralizing antibody). Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi,
antibodi tersebut bersifat opsonisasi, internalisasi dan mempermudah
makrofag/monosit terinfeksi serta virus bebas bereplikasi di dalam makrofag
bahkan membentuk kompleks yang lebih infeksius sehingga penyakit cenderung
menjadi berat serta berperan dalam patogenesis terjadinya DBD/SSD.
b. Berdasarkan Hipotesis antibody
dependent enhancement
Hipotesis
antibody dependent enhancement (ADE) prinsipnya adalah suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.
Kompleks
antibodi dan virus dengue yang heterologous akan memfasilitasi masuknya virus
ke dalam monosit melalui reseptor Fc, proses ini dikenal sebagai ADE. Monosit
yang mengandung virus menyebar ke berbagai organ dan terjadi viremia. Dasar
teori infection enhancing antibody ialah peran sel pagosit mononuklear dan
terbentuknya antibodi non netralisasi. Sebagai respons terhadap infeksi
tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan manifestasi perdarahan sehingga
mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. Disamping kedua hipotesis di atas
masih ada teori lain tentang patogesis DBD yaitu teori mediator, teori
virulensi virus, teori antigen antibodi, teori apoptosis, dan teori trombosit
endotel. Teori virulensi menurut Russel, 1990, mengatakan bahwa DBD berat
terjadi pada infeksi primer dan bayi usia < 1 tahun, serotipe DEN-3 akan
menimbulkan manifestasi klinis yang berat dan fatal, dan serotipe DEN-2 dapat
menyebabkan syok. Hal-hal diatas menyimpulkan bahwa virulensi virus turut
berperan dalam menimbulkan manifestasi klinis yang berat.
c.
Berdasarkan Teori Mediator
Teori
mediator sekarang ini dipikirkan oleh para ahli karena melanjutkan teori
antibody enhancing. Pasien DBD mempunyai kadar TNF-a, lL-6, IL-i3, lL-18, dan faktor
sitotoksik lebih tinggi dibandingkan pasien DD sedangkan pada pasien SSD
mempunyai kadar IL-4, IL-o, lL-8, dan IL-10 yang tinggi. Sitokin tersebut
sangat berperan meningkatkan permeabilitas vaskular dan syok selama terinfeksi
dengue.
Kompleks
virus antibodi yang meliputi sel makrofag akan memproduksi sitokin TNF-a,
lFN-y, lL-Z, lL-6, PAF (piatelet activating factor), dan lain-lain yang
selanjutnya menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, kerusakan endotel pembuluh
darah sehingga terjadi kebocoran cairan plasma ke dalam jaringan tubuh dan
mengakibatkan syok. Kompleks virus-antibodi juga akan merangsang komplemen yang
bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syok
hipovolemik) Serta perdarahan. Tingginya kadar pelepasan PAF oleh monosit
dengan infeIGi sekunder dapat pula menjelaskan perdarahan pada DBDISSD. Jadi
perdarahan pada DBD dapat disebabkan oleh tiga kelainan
hemostasis utama yaitu vaskulopati, kelainan trombosit, dan penurunan kadar
faktor pembekuan. Pada fase awal demam, perdarahan disebabkan oleh vaskulopati
dan trombositopenia, sedangkan pada fase syok dan syok yang lama, perdarahan
disebabkan oleh trombositopeni diikuti oleh koagulopati terutama sebagai akibat
koagulasi intravaskular rnenyuluruh dan peningkatan fibrinalisis.Faktor
sitotoksis memproduksi sel CD4+T yang akan merangsang makrofag memproduksi
TNF-ot dan IL-18. Kadar faktor sitotoksik berhubungan dengan beratnya penyakit.
Selama infeksi dengue berat beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi
supresi respons Th1 dan didapatkan respons Th2 yang lebih dominan. Beberapa
laporan menunjukkan bahwa responsThZ predominan terjadi pada kasus DBD/SSD.
6.
GAMBARAN
KLINIS
Infeksi
virus dengue
mtomatik Simtomatik
Undiffrentiated
Demam
Dengue Demam Berdarah Dengue
(Viral syndrome)
Dengan perdarahan Tanpa perdarahan Dengan syok Tanpa syok
Spektrum Klinis (WHO, 1977)
a. Demam Dengue
Tanda dan Gejala
Manifestasi
klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa demam
yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue
(SSD). Pada umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti
oleh fase kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam,
akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat
pengobatan tidak adekuat. Masa
inkubasi 4-6 hari (rentang 3-14 hari). Setelahnya akan timbul gejala prodromal
yang tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan
lelah. Tanda khas dari DD ialah peningkatan suhu mendadak (suhu pada umumnya
antara 39-400C, bersifat bifasik, menetap antara 5-7 hari), kadang disertai
menggigil, nyeri kepala, muka kemerahan. Dalam 24 jam terasa nyeri retroorbita
terutama pada pergerakan mata atau bila bola mata ditekan, fotofobia, dan nyeri
otot serta sendi. Pada awal fase demam terdapat ruam yang tampak di muka,
leher, dada. Akhir fase demam (hari ke-3 atau ke-4) ruam berbentuk
makulopapular atau skarlatina. Pada fase konvalesens suhu turun dan timbul
petekie yang emnyeluruh pada kaki dan tangan. Perdarahan kulit terbanyak adalah
uji turniket positif dengan atau tanpa petekie.
Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (umunya
5-8 hari). Awal penyakit biasanya mendadak, disertai gejala prodromal seperti
nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil dan
malaise.
Trias
sindrom yaitu demam tinggi,nyeri ada anggota badan, dan timbulnya ruam (rash).
Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali, yaitu pada hari sakit
ke
3-5 berlangsung 3-4 hari. Ruam
bersifat mukopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam terdapat di dada, tubuh
serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka.
Biasanya
gejala klinis timbul mendadak, disertai kenaikan suhu, nyeri kepala hebat,
nyeri belakang.
Laboratoris
Pemeriksaan
darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue adalah
melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan
darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran
limfosit plasma biru.
Fase akut
(awal demam) akan dijumpai jumlah lekukosit yang normal kemudian menjadi
leukopenia selama fase demam. Jumlah trombosit pada umumnya normal demikian
pula semua faktor pembekuan. Tetapi saat epidemi dapat dijumpai
trombositopenia. Serum biokimia pada umumnya normal namun enzim hati dapat
meningkat.
Trombositopenia
pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :
1) Supresi sumsum
tulang, dan
2) Destruksi dan
pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran
sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan
hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan
terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar
tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan
kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi tromobositopenia. Destruksi
trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibody VD,
konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer.
Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-tromoboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi
tromobosit.
Koagulopati
terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan
disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati
konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi
pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue
factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi factor Xia
namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex).
Pemeriksaan Penunjang
• Hemostasis:
Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang
dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
• Protein/albumin:
Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
• SGOT/SGPT (serum
alanin aminotransferase): dapat meningkat.
• Ureum,
Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
·
Elektrolit:
sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
• Golongan darah:
dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah
atau komponen darah.
• Imuno serologi
dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM: terdeteksi
mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari.
IgG: pada
infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG
mulai terdeteksi hari ke-2.
• Uji III:
Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan,
uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
· Diagnosis
pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus
RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase Polymerase Chain
Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis
yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total,
IgM maupun IgG.
Dua kriteria
klinis pertama yaitu demam dan manifestasi perdarahan disertai trombositopenia
dan hernokonsentrasi merupakan definisi
kasus DBD. Sedangkan
definisi kasus DBD confirmed
adalah bila terdapat paling sedikit 1 pemeriksaan di ini positif: Titer
HI 2 1280, serokonversi naik 4x, adanya IgM dan peningkatan titer IgG pada fase
akut dan konvalesens, dan isolasi virus positif. Diagnosis
pasti DBD adalah
dengan ditemukannya virus dengue sebagai penyebab DBD pada penderita. Menemukan virus dengue pada
penderita hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan cara isolasi virus,
deteksi antigen virus atau RNA dalam serum atau jaringan tubuh, dan deteksi
antibodi spesifik dalam serum penderita. Hingga kini, dikenal 5 jenis uji
serologik yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus dengue,
yaitu:
1. Uji hemaglutinasi inhibisi
(Hemaglutination inhibition test = HI test)
2. Uji kornpleman fiksasi (Complemen
fixation test = CF test)
3. Uji neutralisasi (Neutralization
test =NT test)
4. IgM Elisa (Mac Elisa)
5 IgG Elisa
Pada dasamya, hasil uji serologi
dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase konvalesen terhadap titer
antibodi fase akut (naik 4 kali lipat atau lebih).
Pada Demam Dengue
merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi
klinis sebagai berikut:
• Nyeri kepala.
• Nyeri
retro-oebital.
• Mialgia /
artralgia.
• Ruam kulit.
• Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending
positif).
• Leukopenia.
dan pemeriksaan
serologi dengue positif, ayau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi
pada lokasi dan waktu yang sama.
b.
Demam
Berdarah Dengue
Berdasarkan
kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini di bawah ini
dipenuhi
• Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya
bifasik.
• Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
- Uji bendung positif.
- Petekie, ekimosis, atau purpura.
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan
gusi), atau perdarahan dari tempat lain.
- Hematemesis atau melena.
• Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).
• Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran
plasma) sebagai berikut :
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai
dengan umur dan jenis kelamin.
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi
cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat
bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD
adalah pada DBD ditemukan adanya
kebocoran plasma
7.
KLASIFIKASI
DERAJAT PENYAKIT
/DBD
|
Derajat
|
Gejala
|
Laboratorium
|
|
· DD
· DBD
· DBD
· DBD
· DBD
|
I
II
III
IV
|
Demam disertai 2 atau lebih
tanda: sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, artralgia.
Gejala di atas ditambah uji
bendung positif
Gejala di atas ditambah
perdarahan spontan
Gejala di atas ditambah
kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah)
Syok berat disertai dengan
tekanan darah dan nadi tidak terukur.
|
Leucopenia
Trombositopenia, tidak ditemukan bukti kebocoran plasma
Trombositopenia, (<100.000/ l), bukti ada kebocoran
plasma
Trombositopenia, (<100.000/? l), bukti ada kebocoran
plasma
Trombositopenia, (<100.000/? l), bukti ada kebocoran
plasma
Trombositopenia, (<100.000/? l), bukti ada kebocoran
plasma
|
Serologi
Dengue
Positif
|
8.PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan DD adalah bersifat suportif karena tidak ada antiviral yang
spesifik untuk infeksi ini.
· Rawat jalan
· Bila demam tirah baring, kompres hangat dan parasetamol
· Hindari asetosal
· Pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu selain air
putih dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari
Untuk tersangka DD/DBD,derajad
I atau derajad II, tatalaksana adalah sebagai berikut:
1.Pemberian cairan.
Tujuan
pemberian cairan adalah untuk mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat
peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan. Jika masih bisa minum dan
tidak ada muntah diberikan minum banyak 1-2 literlhari, Jenis minuman yang
diberikan berupa: air" putih, teh manis, sirup, jus buah, susu, oralit.
Pemberian cairan intra-vena (infus) jika : ('I) anak terus-menerus muntah,
tidak mau minum, demam tinggi,dehidrasi; (2) nilai hematokrit cenderung
meningkat pada pemeriksaan berkala.
2.Pemberian antipiretik.
Tujuannya
adalah untuk menurunkan suhu tubuh. Yang dianjurkan adalah parasetamol.
9.PROGNOSIS
Pada DD
prognosisnya apabila suhu turun maka akan terjadi perbaikan dan penyembuhan
sempurna. Sedagkan pada DBD angka kematian yang disebabkan oleh DBD adalah
kurang dari 1%, tetapi bila timbul SSD maka angka kematian bisa mencapai
40-5096. Sehingga prognosis SSD sangat tergantung dari pengenalan dini dengan
cara pemantauan cermat dan tindakan cepat dan tepat.
10.PENCEGAHAN
Pencegahan/pemberantasanDBD
dengan membasmi nyamuk dan sarangnya dengan melakukan tindakan 3 M, yaitu
1. Menguras tempat-tempat
penampungan air secara teratur seminggu sekali atau menaburkan bubuk larvasida
(abate).
2. Menutup rapat-rapat tempat
penampungan air.
3. Mangubur/menyingkirkan barang
bekas yang dapat menampung air
1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. : DHF. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Percetakan Infomedika. Jakarta. 1985. P. 1228 – 31.
2. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit. WHO. 2009
3. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia Jilid 1. Penerbit IDAI. Jakarta. 2010.
4. John D Synder, Larry K Pickering. : Demam Dengue. Nelson Ilmu Kesehatan Anak 15th eds. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2000. P. 1484 – 5.
5. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18425/5/Chapter%20I.pdf
Posting Komentar