Sabtu, 24 November 2012

DEMAM DENGUE


      BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
              Infeksi virus dengue merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undiffrentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) sampai demam berdarah dengue disertai syok (dengue shock syndrome). Patofisiologi utama penyakit DBD adalah terjadinya kebocoran plasma yang disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (vasculer).
 Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeniadan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok Terdapat 4 gambaran klinis utama dari penyakit DBD pada anak, yaitu demam tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan terjadinya renjatan (syok). Diagnosis klinis Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue didasarkan pada kriteria klinis dan laboratorium, trombositopenia dan peningkatan hematokrit . Diagnosis pasti  adalah dengan ditemukannya virus dengue sebagai penyebab infeksi virus dengue pada penderita. Menemukan virus dengue pada penderita hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan cara isolasi virus, deteksi antigen virus dengue dalam serum atau jaringan tubuh, dan deteksi antibodi spesifik dalam serum penderita. Tatalaksana terhadap penyakit Demam Dengue meliputi pemberian antipretik untuk menurunkan suhu tubuh, pemberian cairan untuk mencegah renjatan (syok), dan mengatasi perdarahan.

1.      PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan oleh David Bylon, dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang juga disebut sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam 5 hari disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala.
Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan kemudian disusul dengan daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, dan penyakit ini banyak terjadi di kota-kota yang padat penduduknya. Akan tetapi dalam tahuntahun terakhir ini, penyakit ini juga berjangkit di daerah pedesaan.
Berdasarkan penelitian di Indonesia dari tahun 1968-1995 kelompok umur yang paling sering terkena ialah 5 – 14 tahun walaupun saat ini makin banyak kelompok umur lebih tua menderita DBD. Saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25/100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna < 2%Penyakit Demam Dengue (DD) merupakan penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue. DD dapat ditularkan dari satu orang kepada orang lainnya. Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Setelah virus berada dalam tubuh penderita akan menimbulkan berbagai efek klinis, mulai dengan demam tinggi, perdarahan, sampai terjadinya renjatan (syok). Tatalaksana yang cepat dapat menyelamatkan penderita.

2.   ETIOLOGI
Virus dengue merupakan bagian dari famili Flaviviridae. Keempat serotipe virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4) dapat dibedakan dengan metode serologik. Infeksi pada manusia oleh salah satu serotipe menghasilkan imunitas sepanjang hidup terhadap infeksi ulang oleh serotipe yang sama, tetapi hanya menjadi perlindungan sementara dan partial terhadap serotipe yang lain. Virus dengue menunjukkan banyak karakteristik yang sama dengan flavivirus lain, mempunyai genom RNA (Riba Nucleic Acid) rantai tunggal yang dikelilingi oleh nukleokapsid ikohedral dan terbungkus oleh selaput lipid. Virionnya mempunyai diameter kira-kira 50 nrn. Genom flavivirus mempunyai panjang 11 kb (kilobases), dan mempunyai urutan genom lengkap untuk mengisolasi keempat serotipe. Virus terdiri dari 3 struktur dan 7 protein tidak terstruktur yaitu: nukleokapsid atau protein inti, protein yang berkaitan dengan .membran (M) dan protein pembungkus (E) dan tujuh gen protein nonstruktural (NS). Domain bertanggung jawab untuk netralisasi, fusi, dan interaksi reseptor virus dengan protein pembungkus.

3.      VEKTOR
A. aegypti adalah spesies nyamuk tropis dan subtropis yang ditemukan antara garis lintang 35 U dan 35 S. Distribusi A. Aegypti juga dibatasi oleh ketinggian sehingga nyamuk ini tidak ditemukan di atas ketinggian 1.000 m. A. aegypti adalah salah satu vektor nyamuk yang paling utama untuk arbovirus karena nyamuk ini sangat antropofilik, hidup dekat manusia, dan sering hidup di dalam rumah sekitar kamar tidur, pakaian, dan air bersih sehingga sulit untuk mengontrolnya dari lingkungan luar. Nyamuk dewasa lebih senang menggigit pagi hari dan sore hari

4.   PENULARAN
Setelah menggigit manusia .yang terinfeksi, virus dengue memasuki nyamuk betina dewasa. Virus pertama kali bereplikasi dalam midgut kemudian bereplikasi dalam kelenjar saliva nyamuk yang lamanya kurang lebih 8-12 hari, periode ini disebut periode ekstrinsik. Nyamuk yang mengandung virus tersebut kemudian menggigit manusia lain dan bereplikasi dalam tubuh manusia dengan masa inkubasi 4-7 hari (3-14 hari) yang disebut periode intrinsik. Viremia terjadi 1 hari sebelum dan 5 hari setelah onset penyakit.

5.      PATOFISIOLOGIS
Penelitian patogenesis infeksi virus dengue sampai sekarang merupakan penelitian yang paling menantang. Hal tersebut disebabkan sejauh ini belum ada suatu teori yang dapat menerangkan secara tuntas patogenesis infeksi virus dengue. Dua teori yang kini digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis infeksi virus dengue yaitu hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection) dan hipotesis antibody dependent enhancement (ADE). Beberapa hipotesis telah dibuktikan untuk menjelaskan peningkatan insidens kasus yang berat setelah terjadi infeksivirus dengan serotipe yang berbeda. Penelitian secara in vitro telah memperlihatkan bahwa ada cross reactive non neutralizing dari antibodi dengue berbentuk kompleks virus yang heterologous.

a. Berdasarkan Teori Infeksi Sekunder
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis virus, akan terjadi kekebalan terhadap infeksi jenis virus tersebut untuk jangka waktu yang lama. Jadi seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai antibodi yang dapat menetralisasi virus yang sama (homologous). Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain maka terjadi infeksi berat karena pada infeksi selanjutnya antibodi heterologous yang terbentuk pada infeksi primer tidak dapat menetralisasi virus dengue serotipe lain (non neutralizing antibody). Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi, antibodi tersebut bersifat opsonisasi, internalisasi dan mempermudah makrofag/monosit terinfeksi serta virus bebas bereplikasi di dalam makrofag bahkan membentuk kompleks yang lebih infeksius sehingga penyakit cenderung menjadi berat serta berperan dalam patogenesis terjadinya DBD/SSD.

b. Berdasarkan Hipotesis antibody dependent enhancement
Hipotesis antibody dependent enhancement (ADE) prinsipnya adalah suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.
Kompleks antibodi dan virus dengue yang heterologous akan memfasilitasi masuknya virus ke dalam monosit melalui reseptor Fc, proses ini dikenal sebagai ADE. Monosit yang mengandung virus menyebar ke berbagai organ dan terjadi viremia. Dasar teori infection enhancing antibody ialah peran sel pagosit mononuklear dan terbentuknya antibodi non netralisasi. Sebagai respons terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan manifestasi perdarahan sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. Disamping kedua hipotesis di atas masih ada teori lain tentang patogesis DBD yaitu teori mediator, teori virulensi virus, teori antigen antibodi, teori apoptosis, dan teori trombosit endotel. Teori virulensi menurut Russel, 1990, mengatakan bahwa DBD berat terjadi pada infeksi primer dan bayi usia < 1 tahun, serotipe DEN-3 akan menimbulkan manifestasi klinis yang berat dan fatal, dan serotipe DEN-2 dapat menyebabkan syok. Hal-hal diatas menyimpulkan bahwa virulensi virus turut berperan dalam menimbulkan manifestasi klinis yang berat.

c. Berdasarkan Teori Mediator
Teori mediator sekarang ini dipikirkan oleh para ahli karena melanjutkan teori antibody enhancing. Pasien DBD mempunyai kadar TNF-a, lL-6, IL-i3, lL-18, dan faktor sitotoksik lebih tinggi dibandingkan pasien DD sedangkan pada pasien SSD mempunyai kadar IL-4, IL-o, lL-8, dan IL-10 yang tinggi. Sitokin tersebut sangat berperan meningkatkan permeabilitas vaskular dan syok selama terinfeksi dengue.
Kompleks virus antibodi yang meliputi sel makrofag akan memproduksi sitokin TNF-a, lFN-y, lL-Z, lL-6, PAF (piatelet activating factor), dan lain-lain yang selanjutnya menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, kerusakan endotel pembuluh darah sehingga terjadi kebocoran cairan plasma ke dalam jaringan tubuh dan mengakibatkan syok. Kompleks virus-antibodi juga akan merangsang komplemen yang bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) Serta perdarahan. Tingginya kadar pelepasan PAF oleh monosit dengan infeIGi sekunder dapat pula menjelaskan perdarahan pada DBDISSD. Jadi perdarahan pada DBD dapat disebabkan oleh tiga kelainan hemostasis utama yaitu vaskulopati, kelainan trombosit, dan penurunan kadar faktor pembekuan. Pada fase awal demam, perdarahan disebabkan oleh vaskulopati dan trombositopenia, sedangkan pada fase syok dan syok yang lama, perdarahan disebabkan oleh trombositopeni diikuti oleh koagulopati terutama sebagai akibat koagulasi intravaskular rnenyuluruh dan peningkatan fibrinalisis.Faktor sitotoksis memproduksi sel CD4+T yang akan merangsang makrofag memproduksi TNF-ot dan IL-18. Kadar faktor sitotoksik berhubungan dengan beratnya penyakit. Selama infeksi dengue berat beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi supresi respons Th1 dan didapatkan respons Th2 yang lebih dominan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa responsThZ predominan terjadi pada kasus DBD/SSD.

6.   GAMBARAN KLINIS
                                                Infeksi virus dengue

mtomatik                                       Simtomatik
Undiffrentiated                                   Demam Dengue                   Demam Berdarah Dengue

Febrile illness                                      (DD)                    (DBD) Perembesan plasma

          (Viral syndrome)

                          Dengan perdarahan   Tanpa perdarahan        Dengan syok Tanpa syok
Spektrum Klinis (WHO, 1977)
a.      Demam Dengue
Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue (SSD).  Pada umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat. Masa inkubasi 4-6 hari (rentang 3-14 hari). Setelahnya akan timbul gejala prodromal yang tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah. Tanda khas dari DD ialah peningkatan suhu mendadak (suhu pada umumnya antara 39-400C, bersifat bifasik, menetap antara 5-7 hari), kadang disertai menggigil, nyeri kepala, muka kemerahan. Dalam 24 jam terasa nyeri retroorbita terutama pada pergerakan mata atau bila bola mata ditekan, fotofobia, dan nyeri otot serta sendi. Pada awal fase demam terdapat ruam yang tampak di muka, leher, dada. Akhir fase demam (hari ke-3 atau ke-4) ruam berbentuk makulopapular atau skarlatina. Pada fase konvalesens suhu turun dan timbul petekie yang emnyeluruh pada kaki dan tangan. Perdarahan kulit terbanyak adalah uji turniket positif dengan atau tanpa petekie.
 Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (umunya 5-8 hari). Awal penyakit biasanya mendadak, disertai gejala prodromal seperti nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil dan malaise.
Trias sindrom yaitu demam tinggi,nyeri ada anggota badan, dan timbulnya ruam (rash). Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali, yaitu pada hari sakit ke
3-5 berlangsung 3-4 hari. Ruam bersifat mukopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam terdapat di dada, tubuh serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka.
Biasanya gejala klinis timbul mendadak, disertai kenaikan suhu, nyeri kepala hebat, nyeri belakang.
Laboratoris
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru.
Fase akut (awal demam) akan dijumpai jumlah lekukosit yang normal kemudian menjadi leukopenia selama fase demam. Jumlah trombosit pada umumnya normal demikian pula semua faktor pembekuan. Tetapi saat epidemi dapat dijumpai trombositopenia. Serum biokimia pada umumnya normal namun enzim hati dapat meningkat.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :
1) Supresi sumsum tulang, dan
2) Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi tromobositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibody VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromoboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi tromobosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi factor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex).
Pemeriksaan Penunjang
• Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
• Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
• SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
• Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
·  Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
• Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah atau komponen darah.
• Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
• Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
·      Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG
Dua kriteria klinis pertama yaitu demam dan manifestasi perdarahan disertai trombositopenia dan hernokonsentrasi merupakan definisi kasus DBD. Sedangkan definisi kasus DBD confirmed adalah bila terdapat paling sedikit 1 pemeriksaan di ini positif: Titer HI 2 1280, serokonversi naik 4x, adanya IgM dan peningkatan titer IgG pada fase akut dan konvalesens, dan isolasi virus positif. Diagnosis pasti DBD adalah dengan ditemukannya virus dengue sebagai penyebab DBD pada penderita. Menemukan virus dengue pada penderita hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan cara isolasi virus, deteksi antigen virus atau RNA dalam serum atau jaringan tubuh, dan deteksi antibodi spesifik dalam serum penderita. Hingga kini, dikenal 5 jenis uji serologik yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus dengue, yaitu:
1. Uji hemaglutinasi inhibisi (Hemaglutination inhibition test = HI test)
2. Uji kornpleman fiksasi (Complemen fixation test = CF test)
3. Uji neutralisasi (Neutralization test =NT test)
4. IgM Elisa (Mac Elisa)
5 IgG Elisa
Pada dasamya, hasil uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase konvalesen terhadap titer antibodi fase akut (naik 4 kali lipat atau lebih).
Pada Demam Dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
• Nyeri kepala.
• Nyeri retro-oebital.
• Mialgia / artralgia.
• Ruam kulit.
• Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif).
Leukopenia.                                           
dan pemeriksaan serologi dengue positif, ayau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
b.        Demam Berdarah Dengue
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini di bawah ini dipenuhi 
• Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
• Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
- Uji bendung positif.
- Petekie, ekimosis, atau purpura.
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain.
- Hematemesis atau melena.
• Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).
• Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut :
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD
adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma


7.   KLASIFIKASI DERAJAT PENYAKIT
/DBD
Derajat
Gejala
Laboratorium
· DD




· DBD



· DBD


· DBD

· DBD





I



II




III


IV
Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, artralgia.


Gejala di atas ditambah uji bendung positif


Gejala di atas ditambah perdarahan spontan



Gejala di atas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah)
Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak terukur.
Leucopenia
Trombositopenia, tidak ditemukan bukti kebocoran plasma
Trombositopenia, (<100.000/ l), bukti ada kebocoran plasma
Trombositopenia, (<100.000/? l), bukti ada kebocoran plasma
Trombositopenia, (<100.000/? l), bukti ada kebocoran plasma
Trombositopenia, (<100.000/? l), bukti ada kebocoran plasma


Serologi

Dengue
Positif

8.PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan DD adalah bersifat suportif karena tidak ada antiviral yang spesifik untuk infeksi ini.
·  Rawat jalan
·  Bila demam tirah baring, kompres hangat dan parasetamol
·  Hindari asetosal
·  Pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu selain air putih dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari
Untuk tersangka DD/DBD,derajad I atau derajad II, tatalaksana adalah sebagai berikut:
1.Pemberian cairan.
            Tujuan pemberian cairan adalah untuk mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan. Jika masih bisa minum dan tidak ada muntah diberikan minum banyak 1-2 literlhari, Jenis minuman yang diberikan berupa: air" putih, teh manis, sirup, jus buah, susu, oralit. Pemberian cairan intra-vena (infus) jika : ('I) anak terus-menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi,dehidrasi; (2) nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.
2.Pemberian antipiretik.
              Tujuannya adalah untuk menurunkan suhu tubuh. Yang dianjurkan adalah parasetamol.
9.PROGNOSIS
Pada DD prognosisnya apabila suhu turun maka akan terjadi perbaikan dan penyembuhan sempurna. Sedagkan pada DBD angka kematian yang disebabkan oleh DBD adalah kurang dari 1%, tetapi bila timbul SSD maka angka kematian bisa mencapai 40-5096. Sehingga prognosis SSD sangat tergantung dari pengenalan dini dengan cara pemantauan cermat dan tindakan cepat dan tepat.

10.PENCEGAHAN
Pencegahan/pemberantasanDBD dengan membasmi nyamuk dan sarangnya dengan melakukan tindakan 3 M, yaitu
1. Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur seminggu sekali atau menaburkan bubuk larvasida (abate).
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
3. Mangubur/menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air



 DAFTAR PUSTAKA
1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. : DHF. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Percetakan Infomedika. Jakarta. 1985. P. 1228 – 31.
2. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit. WHO. 2009
3. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia Jilid 1. Penerbit IDAI. Jakarta. 2010. 
4. John D Synder, Larry K Pickering. : Demam Dengue. Nelson Ilmu Kesehatan Anak 15th eds. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2000. P. 1484 – 5.
5. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18425/5/Chapter%20I.pdf















Don't Let Me Fall-lenka

Songwriters: Kripac, Lenka; Salter, Thomas;

Underneath the moon, underneath the stars
Here's a little heart for you
Up above the world, up above it all
Here's a hand to hold on to

But if I should break, if I should fall away
What am I to do?
I need someone to take a little of the weight
Or I'll fall through

You're just the one that I've been waiting for
I'll give you all that I have to give and more
But don't let me fall

Take a little time, walk a little line
Get the balance right
Give a little love, gimme just enough
So that I can hang on tight

We will be alright, I'll be by your side
I won't let you down
But I gotta know no matter how things go
That you will be alright

You're just the one that I've been waiting for
I'll give you all that I have to give and more
But don't let me fall, don't let me fall

Underneath the moon, underneath the stars
Here's a little heart for you
Up above the world, up above it all
Here's a hand to hold on to

You're just the one that I've been waiting for
I'll give you all that I have to give and more
But don't let me fall

You'll be the one that I'll love forever more
I'll be here holding you high above it all
But don't let me fall <

Bronkiolitis


KASUS
Identitas pasien
Nama : N
Umur : 7 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
A. Alloanamnesis (diberikan oleh Ibu kandung)
Seorang anak perempuan berumur 7 bulan dirawat di Bangsal Anak sejak tanggal 10 Oktober 2012 dengan :
Keluhan Utama :
Batuk berdahak sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Batuk berdahak,frekuensi,bunyi batuk, spasmodik,kapan sejak 4 hari sebelum rumah sakit.
Sesak nafas,kapan,makin siang makin sesak,nagis tambah sesak, sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
Muntah,kapan,berapa kali,isi muntahan, setelah muntah batuk ada saat 1 hari sebelum masuk rumah sakit
Demam tidak ada
BAK jumlah dan warna biasa
BAB warna dan konsistensi normal
Sebelum dibawa ke RSUD, anak sudah dibawa berobat ke bidan dan mendapat oralit serta obat sirup.Kerena tidak mengalami perubahan Anak dibawa ke RSUP.

Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
Riwayat Kehamilan :
Selama hamil Ibu tidak pernah menderita penyakit yang berat, DM, Hipertensi maupun infeksi.
Pemeriksaan kehamilan  teratur ke Dokter, Imunisasi  TT  tidak ada.
Kuantitas dan kwalitas makanan selama hamil cukup.
Tidak ada riwayat minum obat/ jamu, penyinaran, merokok atau minuman beralkohol
Lama hamil cukup bulan.
Riwayat Kelahiran :
Anak ke-1, lahir spontan ditolong oleh klinik, cukup bulan, saat lahir langsung menangis kuat, berat badan lahir 3200 gram, panjang badan 51 cm.
Riwayat Makanan dan Minuman :
Bayi
ASI : 1,5 bulan  sampai sekarang
Susu Formula : 0 bulan sampai sekarang
Buah/ biskuit : 4 bulan-sekarang
Bubur susu : -
Nasi Tim : -
KESAN makanan dan minuman : kuantitas baik, kualitas baik.
Riwayat Imunisasi :
BCG : 1 bulan (scar +) DPT : 2, 3,4 bulan
Polio : 2,3, 4 bulan Hepatitis : 2, 3,4 bulan
Campak : -
KESAN : Imunisasi Dasar belum lengkap.
Riwayat Sosial Ekonomi :
- Anak ke-1
- Ayah : Pendidikan D3, wiraswasta
- Ibu: Pendidikan S1, PNS.
- Penghasilan dalam keluarga Rp. 3.000.000 / bulan
Riwayat Perumahan dan Lingkungan :
Tinggal di rumah Permanen, sumber air minum dari PDAM, pekarangan ada dan sempit, buang air besar di dalam  rumah, sampah dibuang di TPA.
KESAN : higiene dan sanitasi baik.
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Pertumbuhan fisik Perkembangan mental
Gigi pertama : 6 bulan Isap jempol : tidak ada
Tertawa : 3 bulan Gigit kuku : tidak ada
Miring : 2 bulan Ngompol : ada
Tengkurap : 2 bulan Aktif sekali : tidak ada
Duduk : 7 bulan Apati : tidak ada
Merangkak : - Membangkang : tidak ada
Berdiri : - Ketakutan : tidak ada
KESAN : Pertumbuhan fisik dan perkembangan mental normal
B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : CMC
Kulit : tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis
Tekanan Darah : 100/60 mmhg
Frekuensi Nadi : 112 x/menit
Frekuensi Nafas : 36 x/menit
Suhu : 37oC
Berat Badan : 6,6 kg
Tinggi Badan :  65 cm
Status Gizi   :(Menurut P-50 standar NCHS)
- BB/U : 84%
- TB/U : 97%
- BB/TB: 90%
KESAN : Status gizi
Kulit teraba hangat, turgor kembali cepat
Kepala bentuk bulat simetris, rambut hitam tak mudah dicabut, lingkaran kepala 44 cm (Normal menurut standar Nellhauss).
UUB datar
Mata Tidak Cekung, konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik, pupil isokor 2mm/2mm, Refleks cahaya positif/positif
Telinga Tidak ada kelainan
Hidung Tidak ada kelainan.
Mulut Mukosa mulut dan bibir basah, palatum tidak terbelah
Tonsil T1 – T1 , tidak hiperemis
Faring Tidak hiperemis
Leher Kaku kuduk (-), KGB tak membesar, JVP sukar dinilai
Dada :
Paru
Inspeksi : normochest, simetris kiri = kanan
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : bronkovesikuler, ronki ada,  wheezing ada
Jantung
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak ada
Abdomen :
Inspeksi : tidak membuncit, distensi tidak ada
Palpasi : Turgor kembali cepat, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus positif normal
Punggung : tidak ada kelainan
Alat kelamin : tidak ada kelainan
Anus : colok dubur tidak dilakukan.
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik, RF positif/positif, RP negatif/negative
C. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
- Hb : 11gr %
- leukosit : 7.000 /mm3
- trombosit : 466.000/mm3
- LED : 15 mm/jam
Hitung darah tepi :
- limfosit :
Kesan : pemeriksaan dalam batas normal
D. Diagnosis Kerja
1. Bronkiolitis
Diagnosa Banding :
1. Asma
2. Bronkopneumonia
3. Tuberkulosis
4. Pneumonia Aspirasi--- tnyakan riwayat tersedak



E. TERAPI
1. Oksigen 1L/menit
F. ANJURAN
- Pemeriksaan Rontgen thorak
- Pemeriksaan Mantouk test



















BAB I

A. Pengertian
Bronkiolitis adalah penyakit virus pada saluran pernafasan bawah yang ditandai dengan peradangan bronkioli yang lebih kecil ditandai edema membran mukosa yang melapisi dinding bronkioli, ditambah infiltrasi sel dan produksi mukus meningkat, yang menimbulkan obtruksi jalan nafas (Keperawatan Pediatri, 2002).
Bronkiolitis adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran nafas kecil (Bronkiolus), terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun dengan insiden tertinggi sekitar usia 6 bulan (Mansjoer, 2000).
Bronkiolitis akut adalah suatu sindrom obtruksi bronkiolus yang sering diderita bayi atau anak berumur kurang dari 2 tahun, paling sering pada usia 6 bulan (Ngastiyah, 1997)
Dari ketiga pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa pengertian bronkiolitis adalah penyakit infeksi saluran pemafasan yang ditandai oleh obtruksi infla.masi saluran nafas kecil (Bronkiolus), Sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun.

B. Epidemiologi
Bronkiolitis pada anak-anak sebagian besar disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV) 50% sampai 90%. Penyebab lain adalah parainfluenza virus, mikroplasma, adenovirus dan beberapa virus lain (Mansjoer, 2000).

C. Patofisiologi
Bronkiolitis biasanya didahului oleh suatu infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan virus, parainfluenza, dan bakteri. Bronkiolitis akut ditandai obstruksi bronkiole yang disebabkan oleh edema, penimbunan lendir serta debris- jebris seluler. Karena tahanan terhadap aliran udara di dalam tabung berbanding terrbalik dengan pangkat tiga dari tabung tersebut,maka penebalan kecil yang pada dinding brokiolus pada bayi akan mengakibatkan pengaruh besar atas aliran udara. Tekanan udara pada lintasan udara kecil akan meningkat baik selama fase inspirasi maupun selama fase ekspirasi, karena jari-jari suatu saluran nafas mengecil selama ekspirasi, maka obstruksi pernafasan akan mengakibatkan terrperangkapnya
udara serta pengisian udara yang berlebihan.
Proses patologis yang terjadi akan mengganggu pertukaran gas normal di dalam paru-paru. Ventilasi yang semakin menurun pada alveolus akan mengakibatkan terjadinya hipoksemia dini. Retensi karbon dioksida (hiperkapnia) biasanya tidak terjadi kecuali pada penderita yang terserang hebat. Pada umumnya semakin tinggi pernafasan, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Hiperkapnia biasanya tidak dijumpai hingga kecepatan
pernafasan melebihi 60 x / menit yang kemudian meningkat sesuai dengan takipne yang terjadi, (Behrman, 1994).

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari bronkiolitis akut biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas, disertai dengan batuk pilek beberapa hari, biasanya disertai kenaikan suhu atau hanya subfebris. Anak mulai menderita sesak nafas. makin lama makin berat, pernafasan dangkal dan cepat, disertai serangan batuk. Terlihat juga pernafasan cuping hidung disertai retraksi interkostal dan suprasternal, anak menjadi gelisah dan sianotik. Pada pemeriksaan terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirium memenjang disertai dengan mengi (Wheezing).
Ronchi nyaring halus kadang-kadang terdengar pada akhir ekpirasiatau permulaan ekpirasi. Pada keadaan yang berat sekali, suara pernafasan tidak terdengar karena kemungk:inan obtruksi hampir total. Foto rontgen menunjukkan paru-paru dalam keadaan hipererasi dan diameter anteroposterior membesar pada foto lateral. Pada sepertiga pasien ditemukan bercak di sebabkan atelektasis atau radang.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi dalam batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik maupun metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal.
Bila menjumpai pasien atau bayi anak di bawah umur 2 tahun yang menunjukkan gejala pasien asma, harus hati-hati karena dapat terjadi pada pasien dengan bronkiolitis akut. Bedanya, pasien asma akan memberikan respon terhadap bronkodilator, sedangkan pasien brokiolitis akut tidak (Ngastiyah, 2000).

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk bronkiolitis adalah :
1. Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan predominan polimorfonuklear atau  
dapat ditemukan leukopenia yang menandakan prognosis buruk, dapat ditemukan anemia ringan atau sedang.
2. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi dalam batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik maupun metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal.

3. Pemeriksaan radiologis : Foto dada anterior posterior, hiperinflasi paru pada foto lateral, diameter anteroposterior membesar dan terlihat bercak konsolidasi ,yang tersebar.
4. Analisa gas darah : Hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis metabolik, atau respiratorik ( Raharjoe, 1994).

F. Penatalaksanaan Medis
1. Oksigen 1 – 2 L / menit
2. IVFD dextrose 10 %; Na Cl 0,9 % = 3 : 1 + KCl 10 mq / 500 ml cairan
3. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang
    nasogastrik dengan feading drip.
4. Jika sekresi lendir berlebih dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis
    untuk memperbaiki transpor mukosilier.
5. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
6. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
a. Untuk kasus bronkiolitis community base :
1) Ampicillin 100 mg / Kg BB / hari dalam 4 hari pemberian.
2) Chloramfenikol 75 mg / Kg BB / hari dalam 4 kali pemberian
b. Untuk kasus bronkiolitis hospital base :
1) Cefotaxim 100 mg / Kg BB / hari dalam 2 hari pemberian.
2) Amikasin 10 - 15 mg / Kg BB / hari dalam 2 kali pemberian

G. Fokus Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan terjadinya obstruksi, inflamasi,  
    peningkatan sekresi dan nyeri (Wong, 2003)
    Tujuan : - Memelihara jalan nafas yang baik
      - Pengeluaran sekret secara adekuat
     Intervensi :
a. Berikan posisi yang sesuai untuk memperlancar pengeluaran sekret
b. Lakukan cuction pada saluran nafas bila diperlukan
c. Posisikan badan terlentang dengan kepala agak terangkat 30°
d. Bantu anak mengeluarkan sputum
e. Lakukan fisioterapi dada
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antibiotik

2. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas, prosedur yang belum dikenal dan lingkungan yang tidak nyaman (Wong, 2003).
Tujuan : Cemas berkurang sampai dengan hilang
Intervensi :
a. Jelaskan prosedur tindakan yang belum dipahami oleh orang tua dan anak
b. Berikan suasana dan lingkungan yang tenang
c. Berikan terapi bermain sesuai umur
d. Berikan aktivitas sesuai kemampuan dan kondisi klien
e. Hindari tindakan yang membuat anak tambah cemas
3. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan asupan O2 yang tidak adekuat
Tujuan : - Frekuensi pernafasan efektif
 - Adanya perbaikan pertukaran gas pada paru
Intervensi :
a. Kaji pola dan status nafas
b. Observasi tanda-tanda vital
c. Beri lingkungan yang aman dan nyaman
d. Diskusikan adanya penyebab
e. Ajarkan tehnik nafas dalam
4. Hipertermi berhubungan dengan peradangan bronkiolus
Tujuan : Gangguan pengaturan suhu tubuh tidak terjadi.
Intervensi :
a. Kaji faktor penyebab
b. Pantau tanda-tanda vital
c. Pantau adanya takikardi, takipnea
d. Pertahankan cairan parenteral sesuai indikasi
e. Kolaborasi pemberian antipireti
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan : - Tidak terjadi kesalahpahaman
 - Keluarga mengerti penyakit pada anaknya.
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan dan pemahaman keluarga.
b. Jelaskan setiap melakukan prosedur tindakan.
c. Lakukan hubungan saling percaya.
d. Beri penyuluhan keluarga tentang penyakit anaknya.
e. Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
f. Minta pada keluarga untuk mengulang kembali penjelasan perawat.
g. Beri reinforcement positif.