Clinical Science
Session
KOR
PULMONALE KRONIK
Oleh
:
Mangaraja Victor 0810311014
Eza Indahsari 0810312078
Stevani Irwan 0810131386
Mohaymin Mohaidin 0810314277
Preseptor
:
Dr.
Arnelis, Sp.PD-KGEH
BAGIAN
ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH
SAKIT UMUM PUSAT DR. M.DJAMIL PADANG
FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Jantung adalah
sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke
sebelah kiri sternum. Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan
kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram. Jantung
mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan,dan
ventrikel kiri.
Kor pulmonal menurut WHO adalah perubahan pada
struktur dan fungsi ventrikel kanan. Terdapatnya edema dan gagal napas juga
diajukan untuk menetapkan adanya kor pulmonal secara klinis. Walaupun
prevalensi PPOK di Amerika Serikat adalah kira-kira 15 juta, prevalensi pasti
dari kor pulmonal sulit untuk ditentukan, karena ia tidak muncul pada semua
kasus PPOK, serta karena kurang sensitifnya pemeriksaan fisik dan uji rutin
untuk deteksi hipertensi pulmonal. Kor pulmonal diperkirakan terdapat sebanyak
6-7 % dari semua jenis penyakit jantung dewasa di AS, dengan PPOK akibat
bronkhitis kronik atau emfisema sebagai faktor kausatif pada lebih dari 50%
kasus. Secara global, insiden kor pulmonal bervariasi antar negara, tergantung
pada prevalensi merokok, polusi udara, dan faktor risiko lain terkait penyakit
paru-paru.
Kor pulmonal dapat disebabkan adanya hipertensi
pulmonal yang diakibatkan oleh penyakit yang menyerang paru atau
vaskularisasinya. Hipertensi pulmonal menghasilkan pembesaran ventrikel kanan
(hipetrofi atau dilatasi) dan berlanjut menjadi gagal jantung kanan. Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi
kronik, kira-kira 80-90% kasus. .
Sebagian besar kondisi yang menyebabkan kor
pulmonal bersifal kronik dan progresif lambat, namun pasien bisa datang dengan
gejala akut dan membahayakan jiwa. Dekompensasi mendadak tersebut muncul ketika
ventrikel kanan tidak mampu mengkompensasi pada pemaksaan kebutuhan tambahan
yang tiba-tiba, yang diakibatkan oleh progresifitas dari penyakit dasar atau
proses akut yang makin berat. Tingginya angka kematian yang dapat terjadi
akibat penyakit ini maka penegakkan diagnosis haruslah dengan tepat dan segera.
Adanya penegakkan diagnosis yang tepat dapat mengurangi angka kematian oleh
karena penyakit ini. Oleh karena pentingya menegakkan diagnosis yang tepat dan
segera maka oleh sebab itu kami membuat refrat dengan judul Kor Pulmonale
Kronik ini.
1.2 Batasan
Masalah
Referat
ini membahas mengenai Kor Pulmonale Kronik, penyebab tersering, diagnosis dan
tatalaksana.
1.3 Tujuan Penelitian
Referat
ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca pada umumnya dan penulis pada
khususnya mengenai penatalaksanaan Kor Pulmonale Kronik.
1.4 Metode Penulisan
Referat
ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari
berbagai literatur.
1.5 Manfaat Penulisan
Referat
ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan
tentang Kor Pulmonale Kronik.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Anatomi dan Fisiologi Jantung
Jantung adalah
sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke
sebelah kiri sternum. Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan
kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram. Jantung
mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan,dan
ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah atas jantung dan berdinding
tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan sebelah bawah jantung. dan mempunyai
dindinglebih tebal karena harus memompa darah ke seluruh tubuh. Atrium kanan
berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh. Atrium
kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan mengalirkan
darah tersebut ke paru-paru.1
Ventrikel kanan berfungsi menerima darah dari atrium kanan dan memompakannya ke paru-paru. Ventrikel kiri
berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen ke seluruh tubuh. Jantung juga terdiri dari tiga lapisan yaitu
lapisan terluar yang merupakan selaput pembungkus disebut epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari otot-otot jantung disebut
miokardium dan lapisan terluar yang terdiri dari jaringan endotel disebut
endokardium.1
Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam
jantung selama peredaran darah. Gerakan
jantung terdiri dari 2 jenis yaitu kontraksi (sistolik) dan relaksasi
(diastolik). Sistolik merupakan sepertiga dari siklus jantung. Kontraksi
dari ke-2 atrium terjadi secara serentak
yang disebut sistolik atrial dan relaksasinya disebut diastolik atrial.
Lama kontraksi ventrikel ±0,3 detik dan tahap relaksasinya selama 0,5 detik. Kontraksi
kedua atrium pendek, sedangkan kontraksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus lebih kuat karena
harus mendorong darah ke seluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah
sistemik. Meskipun ventrikel kanan juga memompakan darah yang sama tapi
tugasnya hanya mengalirkan darah ke sekitar paru- paru ketika tekanannya
lebih rendah.1

Gambar 1. Anatomi jantung a. Sisi anterior, b.
Potongan Frontal1
Curah jantung merupakan volume darah yang di pompa
tiap ventrikel per menit. Pada keadaan normal (fisiologis)
jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kanandan ventrikel kiri sama besarnya. Bila tidak demikian akan terjadi
penimbunan darah ditempat tertentu. Jumlah darah yang dipompakan pada setiap
kali sistolik disebut volume sekuncup.
Dengan demikian curah jantung = volume sekuncup x frekuensi denyut jantung
per menit. Umumnya pada tiap sistolik ventrikel tidak terjadi
pengosongan total ventrikel , hanya sebagian
dari isi ventrikel yang dikeluarkan. Jumlah darah yang
tertinggal ini dinamakan volume
residu. Besar curah jantung seseorang tidak selalusama, bergantung pada
keaktifan tubuhnya. Curah jantung orang dewasa pada keadaan istirahat lebih kurang 5 liter dan dapat meningkat atau menurun dalam berbagai
keadaan.1
Pada saat jantung normal dalam keadaan istirahat, maka pengaruh sistem
parasimpatis dominan dalam mempertahankan kecepatan denyut jantung sekitr 60
hingga 80 denyut per menit. Kecepatan denyut jantung dalam keadaan sehat
dipengaruhi oleh pekerjaan, tekanan darah, emosi, cara hidup, dan umur. Pada keadaan normal jumlah darah yang dipompakanoleh
ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama sehingga tidak terjadi penimbunan.1
2.2 Definisi
Istilah kor pulmonal masih sangat populer dalam
literatur medis, namun definisinya masih bervariasi. Kira-kira empat puluh
tahun yang lalu WHO mendefinisikan kor pulmonal sebagai “hipertrofi ventrikel
kanan yang disebabkan oleh penyakit yang mempengaruhi fungsi dan/ atau struktur
paru-paru”. Definisi ini nyatanya memiliki nilai terbatas dalam klinis praktis.
Sehingga diajukan untuk mengganti istilah “hipertrofi” dengan “perubahan pada
struktur dan fungsi ventrikel kanan”. Terdapatnya edema dan gagal napas juga
diajukan untuk menetapkan adanya kor pulmonal secara klinis.2
Kor pulmonal disebabkan oleh hipertensi pulmonal
yang diakibatkan oleh penyakit yang menyerang paru atau vaskularisasinya. Hipertensi
pulmonal menghasilkan pembesara pembesaran ventrikel kanan (hipetrofi atau
dilatasi) dan berlanjut dengan berjalannya waktu menjadi gagal jantung kanan.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab utama insufisiensi
respirasi kronik, kira-kira 80-90% kasus.
Penyakit jantung kanan yang disebabkan oleh penyakit primer pada jantung
kiri atau penyakit jantung kongenital tidak diperhitungkan. 3
Sebagian besar kondisi yang menyebabkan kor
pulmonal bersifal kronik dan progresif lambat, namun pasien bisa datang dengan
gejala akut dan membahayakan jiwa. Dekompensasi mendadak tersebut muncul ketika
ventrikel kanan tidak mampu mengkompensasi pada pemaksaan kebutuhan tambahan
yang tiba-tiba, yang diakibatkan oleh progresifitas dari penyakit dasar atau
proses akut yang makin berat.3
2.3
Epidemiologi
Walaupun prevalensi PPOK di Amerika Serikat
adalah kira-kira 15 juta, prevalensi pasti dari kor pulmonal sulit untuk
ditentukan, karena ia tidak muncul pada semua kasus PPOK, serta karena kurang
sensitifnya pemeriksaan fisik dan uji rutin untuk deteksi hipertensi pulmonal. Kor
pulmonal diperkirakan terdapat sebanyak 6-7 % dari semua jenis penyakit jantung
dewasa di AS, dengan PPOK akibat bronkhitis kronik atau emfisema sebagai faktor
kausatif pada lebih dari 50% kasus. Secara global, insiden kor pulmonal
bervariasi antar negara, tergantung pada prevalensi merokok, polusi udara, dan
faktor risiko lain terkait penyakit paru-paru.4
2.4
Etiologi
Kor
pulmonal kronik adalah keadaan disfungsi yang diakibatkan oleh berbagai
etiologi dan mekanisme patofisiologi (tabel 1) :
a. Vasokonstriksi
paru ( sekunder dari hipoxia alveolar atau asidosis)
b. Reduksi
anatomi dari dasar pembuluh darah paru (emfisema, emboli paru, dll)
c. Peningkatan
viskositas darah (polisitemia, sickle-cell disease, dll)
d. Peningkatan
aliran darah paru
Penyebab
paling banyak pada kor pulmonale kronik adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) meliputi bronkitis kronik atau emfisema. Pada pasien PPOK tejadi
peningkatan insidensi dari kelainan ventrikel kanan yang berhubungan dengan
peningkatan keparahan dari disfungsi paru. Contohnya hipertropi ventrikel kanan
yang terjadi sebanyak 40% pada pasien dengan FEV < 1.0 L dan pada 70% dengan
FEV1<0.6 L.
Etiologi dari kor pulmonal kronik
a. Hipertensi
arteri pulmonal
a. Hipertensi
pulmonal primer
a. Sporadik
b. Familial
b. Berhubungan
dengan :
a. Penyakit kolagen vaskular
b. Kelainan
kongenital pada pulmonary shunts
c. Hipertensi portal
d. Infeksi
HIV
e. Obat-obatan / racun
f. Hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru
lahir
g. Dan
lain-lain
b. Hipertensi
vena pulmonal
a. Penyakit
jantung ventrikular atau atrium kiri
b. Penykait
katup jantung bagian kiri
c. Kompresi
ekstrinsik dari vena sentral pulmonal (fibrosis mediastinitis, tumor atau
adenopati)
d. Penyakit
sumbatan vena pulmonal
e. Dan
lain-lain
c. Hipertensi
pulmonal yang berhubungan dengan kelainan sistem respirasi dan atau hipoksemia
a. PPOK
b. Penyakit
paru intersisial
c. Gangguan
bernafas saat tidur
d. Kelainan
hipoventilasi alveolar
e. Penyakit
paru pada neonatus
f. Displasis
pembuluh darah kapiler alveolar
g. Dan
lain-lain
d. Hipertensi
pulmonal karena trombosis kronik dan atau penyakit emboli
a. Obstruksi
tromboemboli pada arteri pulmonal proksimal
b. Obstruksi
pada arteri pulmonal distal
i.
Emboli paru (trombus, tumor dan benda
asing)
ii.
Trombosis in situ
iii.
Sickle cell disease
e. Hipertensi
pulmonal
a. Inflamasi
b. Skistosomiasis
c. Sarkoidosis
d. Dan
lain-lain
2.5 Patofisiologi
Kelainan fisiologis pada kelompok
penyakit ini berhubungan dengan fungsi respirasi dan dapat juga berhubungan
dengan hemodinamik pada sirkulasi pulmonal yang dapat diklasifikasikan sebagi
berikut :
A.
Gangguan fungsi respirasi
Penurunan fungsi
respirasi yang berhubungan dengan 4 bagian :
a. Kelainan
ventilasi obstruksi
Kelainan seperti
obstruksi aliran udara pada trakeobronkhial.
b. Kelainan
ventilasi penyempitan
Kelainan reduksi dari
kapasitas ventilator tanpa obstruksi dari aliran udara
c. Kelainan
pada difusi udara pulmonal
Kelainan pertukaran
udara antara alveoli dan kapiler darah pulmonal yang berhubungan dengan
kelainan anatomi atau fungsional.
d. Reduksi
pada rasio ventilasi dan perfusi
Hasil
akhir dari kelainan fungsional jantung dan paru terlihat dari tekanan oksigen
dan karbondioksida darah arteri. Interaksi beberapa gangguan pada fungsi
terlihat pada beberapa penyakit, contohnya pada bronkitis kronik dengan
emfisema pada gangguan obstruksi ventilasi udara tapi ini berhubungan dengan tingkat
kerusakan pada difusi udara pada pulmonal dan reduksi pada rasio ventilasi dan
perfusi. Pada fibrosis pulmonal yang berat kelainan yang terjadi berupa
restriksi pada ventilasi udara tapi bisa juga berhubungan dengan reduksi pada
difusi udara dan rasio perfusi ventilasi.
B.
Kelainan hemodinamik pda sirkulasi
pulmonal
Resistensi pembuluh
darah pulmonal pada tekanan darah dan aliran darah dapat berhubungan dengan
kerja pada ventikel kanan. Hipertopi ventrikel kanan pada kor pulmonale kronik
berasal dari peningkatan kerja yang behubungan dengan berubahnya hemodinamik
pada sirkulasi paru. Seperti mekanisme yang trjadi pada orang normal saat
berolahraga. Dimana terjadi perubahan aliran dan tekanan untuk mengkompensasi
kebutuhan tubuh. Peningkatan resistensi pembuluh darah paru dapat berhubungan
dengan :
a. Obstruksi
pada pembuluh darah pulmonal
Seperti pada trombosis,
emboli mengakibatkan perubahan yang terjadi pada dinding pembuluh darah yang
akhirnya terjadi tekanan dari luar ke dinding pembuluh darah.
b. Reduksi
ukuran dari dasar pembuluh kapiler pulmonal yang terjadi pada reseksi paru atau
emfisema.
c. Perubahan
fungsional dimana terjadi perubahan pada kemampuan pembuluh darah pulmonal dan
efeknya yang berhubungan antara kapasitas pada dasar pembuluh darah dan aliran
darah atau volume.
Faktor
penyebab yang bervariasi akan menghasilkan peningkatan resistensi pembuluh
darah pulmonal yang berhubungan dengan bervariasinya derajat penyakit yang
terjadi berdasarkan penyakit primer yang mendasari tersebut. Perubahan “Fungsional”
tampak pada seringnya terjadi hipoksemi yang berhubungan dengan kelainan pada
fungsi respirasi. Faktor-faktor penting lainnya bisa terjadi pda tekanan
karbondioksida adanya shunts dan faktor darah itu sendiri yang membuat
terjadinya perubahan pada jantung dan paru.
Pada
banyak kasus, mekanisme terjadinya kor pulmonal kronik berhubungan juga dengan
hipertensi pulmonal. Pada emfisema, contohnya, banyak kombinasi dari penyebab
penyakit ini yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit kor pulmonale kronik. Yaitu
seperti terjadinya kompresi pembuluh darah kapiler dengan peningkatan tekanan
intraalveolar, vasokonstriksi sekunder hingga terjadinya hipoksemia dan
hiperkapnia, hipervolemia dan polisitemia dan peningkatan output jantung.
Pada
bronkitis akan menyebabkan terjadinya hipoventilasi alveolar, peningkatan efek
dari hipoksemia dan hiperkapnia. Kelainan ini dapat terlihat pada fungsi
respirasi dan resistensi pembuluh darah pulmonal yang sering terjadi pada
penyakit yang sama. Penyakit yang mendasari ini yang dapat saling berkorelasi
sehingga menjadi penyakit kor pulmonal kronik.
Curah
jantung dari ventrikel kanan dann kiri disesuaikan dengan preload,
kontraktilitas dan afterload. Meski dinding ventrikel kanan tipis, namun masih
dapat memenuhi kebutuhan saat terjadi aliran balik vena yang meningkat mendadak
( seperti saat menarik napas).6
Peningkatan
afterload akan menyebabkan pembesaran ventrikel kanan yang berlebihan. Hal ini
terjadi karena tahanan di pembuluh darah paru sebagai akibat gangguan pembuluh darah
itu sendiri maupun akibat kerusakan parenkim paru. Peningkatan afterload
ventrikel kanan dapat terjadi karena hiperinflasi paru akibat PPOK dimana
terjadi kompresi kapiler alveolar dan perubahan ukuran pembuluh darah paru.
Peningkatan ini juga dapat terjadi ketika volume paru turun mendadak akibat
reseksi paru. Pada retriksi paru ketika pembuluh darah mengalami kompresi dan
berubah bentuk maka dapat juga terjadi peningkatan afterload ventrikel kanan. Dapat
juga terjadi peningkatan afterload ventrikel kanan pada vasokonstriksi paru
dengan hipoksia atau asidosis.6
Perubahan hemodinamik kor pulmonal paru pada PPOK dari normal
menjadi hipertensi pulmonal, kor pulmonal dan akhirnya menjadi kor pulmonal
yang diikuti dengan gagal jantung. 6
Teori yang lain dapat diterima yaitu terjadinya kor pulmonale
kronik adalah karena terjadinya hipoksia alveolar yang mendasari terjadinya
remodeling pada dasar pembuluh darah paru ( hipertropi pada otot pada pembuluh
darah kapiler paru, pembentukan otot pada pembuluh darah arteriol pada paru dan
fibrosis pada tunika intima) bergabung dengan kelainan lainnya. Remodelling ini
akan membuat peningkatan resistensi pembuluh darah paru dan akhirnya menjadi
hipertensi pulmonal. Seringnya remodelling pada pembuluh darah paru dapat
dilihat pada pasien PPOK non hipoksemia dengan derajat penyakit sedang hingga
berat. Faktor fungsional lainnya akan saling berhubungan. Seperti terjadinya
asidosis hiperkapnia dan hiperviskositas yang disebabkan oleh polisitemia.7
Pada idiopatik
fibrosis pulmonal peningkatan resistensi pembuluh darah paru dikarenakan faktor
anatomis seperti terjadinya kerusakan dasar pembuluh darah paru atau kompresi
arteriol dan kapiler oleh karena proses fibrosis. Hipertensi pulmonal
meningkatkan kerja ventrikel kanan dimana akan menyebabkan terjadinya
pembesaran ventrikel kanan (hipertropi dan dilatasi) yang akhirnya akan terjadi
disfungsi ventrikular (sistolik dan diastolik). Yang akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya gagal jantung kanan. Dapat terlihat pada terjadinya udem perifer.
Interval onset antara hipertensi pulmonal dan terjadinya gagal jantung kanan
dapat bervariasi pada tiap pasien.7
2.6
Diagnosis7
A. Anamnesis
Tidak ada gejala klinis yang khas yang terjadi
berhubungan dengan hipertropi ventrikel kanan. Gejala klinis yang terlihat
adalah berupa hipertensi pulmonal, termasuk adanya dispnu saat beraktivitas,
fatig, letargi, nyeri dada dan sinkope.
Fatig,
letargi dan sinkope saat beraktivitas merupakan pengaruh dari peningkatan
output jantung selama tekanan saat beraktivitas tersebut karena obstruksi
pembuluh darah pada arteriol paru. Angina tipikal akan dapat terlihat.
Mekanisme terjadinya angina belum terlalu jelas, sesuai dengan tekanan pada
arteri dan iskemik ventrikel kanan yang dapat terlihat. Iskemik ventrikel kanan
dapat diakibatkan oleh hipoksemia selama beraktivitas sehingga dapat terjadinya
angina
Diagnosis kor pulmonal ditegakkan dengan
menemukan tanda PPOK; asidosis dan hiperkapnia, hipoksia, polisitemia dan
hiperviskositas darah, hipertensi pulmonal (diketahui dengan adanya gambaran
EKG P pulmonale dengan deviasi aksis ke kanan. Pada foto Thoraks terdapat
pelebaran cabang paru di hilus), hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan dan gagal
jantung kanan (ditegakkan dengan adanya peningkatan tekanan vena jugularis,
hepatomegali, asites maupun edema tungkai). 2
Anamnesis mungkin ditemukan adanya sesak nafas,
riwayat batuk yang sudah lama, batuk berdarah dan nyeri dada.
B. Pemeriksaan Fisik
Pada Kor Pulmonale Kronik dapat dideteksi dari
hipertensi pulmonal dan hipertropi ventrikel kanan, terkadang dapat berhubungan
dengan kegagalan fungsi ventrikel kanan. Peningkatan intensitas dari komponen
pulmonal pada suara jantung, akan dapat dipalpasi. Pada auskultasi jantung
dapat terdengar adanya murmur sistolik ejeksi, pada derajat penyakit yang lebih
parah dapat terdengar adanya murmur regurgitasi diastolik pumonal. Hipertropi
ventrikel kanan terlihat pada prominent gelombang A pada pulsasi vena jugular.
Kegagalan ventrikel kanan akan menyebabkan terjadinya hipertensi vena sistemik.
Sehingga dapat terjadi peningkatan tekanan vena jugular dengan prominen
gelombang V, suara ketiga ventrikel kanan dan high-pitched tricuspid regurgitant murmur. Murmur pada ventrikel kanan dan
galop terdengar pada saat inspirasi. Pada emfisema yang berat, peningkatan
diameter AP (anteroposterior) dada sehingga membuat auskultasi akan susah
didengar dan perubahan posisi impulse ventrikel kanan.
A.
Jugular Vein Pressure
Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi
mengenai tekanan atrium kanan. Tekanan vena jugularis paling baik dinilai jika
pasien berbaring dengan kepala membentuk sudut 300. Tekanan vena
jugularis dinilai dalam satuan cm H2O (normalnya 5-2 cm) dengan
memperkirakan jarak vena jugularis dari bidang diatas sudut sternal. Pada HF
stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal pada waktu istirahat namun
dapat meningkat secara abnormal seiring dengan peningkatan tekanan abdomen (abdominojugular reflux positif). Gelombang v besar
mengindikasikan keberadaan regurgitasi trikuspid.
B. Pemeriksaan hepar dan hepatojugular reflux
Jika ditemukan,
pembesaran hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat berdenyut selama systole
jika regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites sebagai tanda lajut, terjadi sebagai konsekuensi peningkatan tekanan pada vena
hepatica dan drainase vena pada peritoneum. Jaundice, juga merupakan tanda
lanjut pada CPC, diakibatkan dari gangguan fungsi hepatic akibat kongesti
hepatic dan hypoxia hepatoseluler, dan terkait dengan peningkatan bilirubin
direct dan indirect.
C. Edema tungkai
Edema perifer
merupakan manifestasi cardinal pada gagal jantung kanan, namun tidak spesifik
dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang diterapi dengan diuretic. Edema
perifer biasanya sistemik dan dependen pada CPC dan terjadi terutama pada
daerah Achilles dan pretibial pada pasien yang mampu berjalan. Pada pasien yang
melakukan tirah baring, edema dapat ditemukan pada daerah sacral (edema
presacral) dan skrotum. Edema berkepanjangan dapat menyebabkan indurasi dan
pigmentasi ada kulit.
Udem pada pasien Kor Pumonale Kronik pada PPOK yang
berat berhubungan dengan gagal jantung kanan, pada pasien yang lain udem dapat
terjadi tanpa diikuti gejala gagal jantung kanan. Hiperkapnia dapat terjadi.
Berhubungan dengan adanya retensi Na pada tubuh pasien.
C.Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk
mengetahui sejauh mana gagal jantung kanan telah mengganggu fungsi-fungsi organ
lain seperti : hati, ginjal dan lain-lain.
Gejala yang jarang terjadi berhubungan dengan
hipertensi pulmonal : batuk, hemoptisis, hoarseness ( penekanan nervus
laringeal dengan dilatasi arteri pulmonal) Kegagalan jantung kanan yang berat
dapat menyebabkan terjadinya kongesti hepatik yang akhirnya dapatt terjadinya
anoreksi dan rasa tidak nyaman pada kuadran kanan atas perut.
D.
Pemeriksaan
Penunjang
1.Rontgen dada
Karakteristik
pada rontgen pada hipertensi arteri pulmonal terlihat adanya pemebsesaran pada
sentral arteri pulmonal. Pada 95% pasien dengan PPOK dan hipertensi pulmonal,
diameter dari cabang kebawah arteri pulmonal kanan adalah lebih besar 20mm.
Gagal jantung kanan akan terlihat ventrikular kanan dan dilatasi atrial kanan
pada rontgen dada. Pembesaran ventrikular menyebabkan penurunan ukuran
retrosetenal. Bagaimanapun, beberapa kelainan yang bisa ditemukan ini dapat
juga ditemukan pada kifosis, hiperinflasi paru, pembesaran ventrikular kiri,
atau penyakit paru intersisial.
2.
Elektrokardiogram
Akan terlihat tanda hipertropi ventrikel kanan. Yaitu
deviasi aksis kanan dan rasio R/S lebih dari 1 pada lead V1, peningkatan
amplitudo gelombang P pada lead II (P pulmoale) merupakan tanda pembesaran
atrium kanan, inkomplit atau komplit Right Bundle Branch Block, pada akut kor
pulmonale, dengan emboli pulmonale akut, akan terlihat gambaran klasik pada
gelombang S di lead I denan Q dan T inverted pada lead III.
3.
Dopler
ekokardiografi
Merupakan pemeriksaan noninvasif pada penilaian tekanan
arteri pulmonal. Ini merupakan tekhnis dengan menghitung fungsional trikuspid
insufisiensi yang selalu ada pasien dengan hipertropi atrium. Maksimum
regurgitasi trikuspid jet velocity akan terekam dan tekanan arteri pulmonal
akan dikalkulasikandengan rumus Bernoulli.
4.
Tes fungsi paru
Pada pasien dengan riwayat penyakit paru dengan fungsi
jantung normal. Pada penyakit paru intersisial yang berat (dengan volume paru
dibawah 50%normal) hipertensi pulmonale sekunder, sewaktu restriksi sedang akan
menyebabkan terjadinya hipertensi arteri pulmonal itu sendiri.
5.
Biopsi Paru
Pemeriksaan patologik sering dilakukan pada
intra-operative untuk melihat ireversibel arteri pulmonal. Kateterisasi jantung
pada pembuluh darah pulmonal yang resisten dan respon vasodilator yang adekuat
dapat membantu terapi yang akan dilakukan.
2.7
Tatalaksana
Terapi pengobatan untuk
kor pulmonal
kronik adalah lebih terfokus kepada pengobatan pada
penyakit paru yang mendasari terjadinya kor pulmonal dan memperbaiki oksigenasi dan fungsi
venrikel kanan (RV) dengan meningkatkan kontraktilitas RV dan menurunkan
vasokonstriksi paru paru.4
Terapi suportif kardiopulmonal pada pasien yang
mengalami kor pulmonal akut dengan akibat kegagalan ventrikel kanan ialah pemberian cairan
dan vasokonstriktor (contohnya : epinefrin) supaya tekanan darah dapat
dipertahankan. Terapi oksigen, diuretik, vasodilator , digitalis, teofilin dan terapi antikoagulasi diberikan untuk manajemen jangka panjang kor pulmonal. 4
Terapi untuk
kor pulmonal kronik : 4,6
(1) Terapi oksigen adalah penting untuk pasien yang
mempunyai penyakit paru obstruktif yang mendasari CPC contohnya PPOK Biasanya
pada CPC PaO2 adalah dibawah 55
mmHg.Terapi oksigen akan meredakan vasokonstriksi paru kemudian akan
meningkatkan kardiak output dan memperbaiki hipoksemia jaringan dan memperbaiki fungsi renal
(2) Terapi diuretik digunakan
untuk menurunkan pengisian volume ventrikel kanan (RV) pada pasien CPC
dan juga pada penyakit berhubungan dengan edem perifer .Agen ini akan
meningkatkan fungsi pada kedua belah ventrikel tetapi diuretic mungkin
menyebabkan efek terbalik hemodinamik ketika tidak digunakan dengan hati–hati. Pengeluaran cairan yang
banyak dapat menurunkan kardiak output .
Selain itu bisa juga menyebabkan
hipokalemia ketika cairan banyak dikeluarkan .
(3) Terapi vasodilator
Terapi nifedipine dan diltiazem akan menurunkan
tekanan pulmonar.Selain itu ada juga digunakan kelas vasodilator yang lain
yaitu agonis beta ,nitrat dan
angiotensin –coverting enzyme (ACE) tetapi pada umumnya vasodilator
gagal menunjukkan perbaikan pada pasien yang dating dengan PPOK jadi tidak rutin digunakan
(4) Agen
glikosida kardiak
Penggunaan
agen glikosida kardiak seperti digitalis
pada pasien kor pulmonal .Agen ini digunakan dengan hati- hati dan tidak digunakan pada kejadian fase akut
insuffisiensi respiratorik dengan
level fluktuasi hipoksia dan
asidosis .Pasien yang mengalami hipoksemia atau asidosis adalah meningkat
resiko untuk terjadi nya aritmia .
(5) Teofilin
Pada efek bronkodilator teofilin di dapatkan dapat
menurun kan resistensi vaskular pulmonal dan tekanan arteri pulmonar pada
pasien CPC yang didasari oleh PPOK.Theofilin merupakan efek inotropik lemah dan
dengan ini meningkatkan ejeksi ventrikel kanan dan kiri.Dosis rendah teofilin
juga di cadangkan untuk efek anti inflamasi yang membantu untuk control
penyakit mendasari paru seperti PPOK
(6) Warfarin
Antikoagulasi dengan terapi warfarin di
rekomendasikan pada pasien yang memiliki resiko tinggi terjadinya
tromboembolisme.,Pada kebaikan antikoagulasi
ini meningkat perbaikan symptom pada pasien dengan hipertensi arteri
pulmonary (PAH).
(7) Flebotomi
Diindikasikan pada pasien dengan CPC dan hipoksia
kronik yang disebabkan oleh polisitemia ,yang dpapat didefinisikan ketika
hematokrit 65% astau lebih .Flebotomi
digunakan untuk menurunkan tekanan
arteri pulmonar yang jelas dan menurunkan resistensi vaskular pulmonar .Tetapi
tiada bukti peningkatan survival hidup
2.8
Komplikasi
Komplikasi
pada kor pulmonal ialah sinkop, hipoksia, kongesti hepatik pasif dan kematian.
4
2.9
Prognosis
Prognosis CPC bervariasi dengan penyakit patologi yang mendasarinya
.Perkembangan pada CPC adalah akibat dari penyakit pulmonar primer biasanya
memiliki prognosis yang lebih buruk .Sebagai contoh ,pasien dengan PPOK yang memicu terjadi nya CPC
memiliki 30% 5 tahun survival hidup. 4
Prognosis pada kejadian akut yang disebabkan oleh embolisme pulmonar
masif atau penyakit acute respiratory
distress syndrome (ARDS) tidak menunjukkan pergantungan ada atau tidak disertai
dengan CPCD.Terdapat beberapa faktor yang mungkin menyebabkan mortaliti dalam
rumah sakit termasuk yaitu : 4
-Usia melebihi
65 tahun
-tirah baring
lebih dari 3 hari
-Sinus
Takikardia
-Takipnu
BAB III
PENUTUP
Istilah kor pulmonal masih sangat populer dalam literatur
medis, namun definisinya masih bervariasi. Kira-kira empat puluh tahun yang
lalu WHO mendefinisikan kor pulmonal sebagai “hipertrofi ventrikel kanan yang
disebabkan oleh penyakit yang mempengaruhi fungsi dan/ atau struktur paru-paru”.
Definisi ini nyatanya memiliki nilai terbatas dalam klinis praktis. Sehingga
diajukan untuk mengganti istilah “hipertrofi” dengan “perubahan pada struktur
dan fungsi ventrikel kanan”. Terdapatnya edema dan gagal napas juga diajukan
untuk menetapkan adanya kor pulmonal secara klinis.
Tidak ada gejala klinis yang khas
yang terjadi berhubungan dengan hipertropi ventrikel kanan. Gejala klinis yang
terlihat adalah berupa hipertensi pulmonal, termasuk adanya dispnu saat
beraktivitas, fatig, letargi, nyeri dada dan sinkope. Anamnesis mungkin ditemukan adanya sesak nafas,
riwayat batuk yang sudah lama, batuk berdarah dan nyeri dada.
Pada Kor Pulmonale Kronik dapat dideteksi dari
hipertensi pulmonal dan hipertropi ventrikel kanan, terkadang dapat berhubungan
dengan kegagalan fungsi ventrikel kanan. Peningkatan intensitas dari komponen
pulmonal pada suara jantung, akan dapat dipalpasi. Pada auskultasi jantung
dapat terdengar adanya murmur sistolik ejeksi, pada derajat penyakit yang lebih
parah dapat terdengar adanya murmur regurgitasi diastolik pumonal. Hipertropi
ventrikel kanan terlihat pada prominent gelombang A pada pulsasi vena jugular.
Pemeriksaan Penunjang meliputi rontgen dada
,elektrokardiogram, Dopler ekokardiografi ,tes fungsi paru dan biopsi paru .
Terapi pengobatan untuk
kor pulmonal
kronik adalah lebih terfokus kepada pengobatan pada
penyakit paru yang mendasari terjadinya kor pulmonal dan memperbaiki oksigenasi dan fungsi
venrikel kanan (RV) dengan meningkatkan kontraktilitas RV dan menurunkan
vasokonstriksi paru paru.4
DAFTAR PUSTAKA
- Scanlon VC,
Sanders T. Essentials of anatomy and physiology fifth edition. 2007. F.A
Davis company. Philadelphia. Hal. 274-278, 296
- Weitzenblum E. Chronic
Cor Pulmonale. Heart. 2003; 89: 225-30.
- Bhattacharya A.
Cor Pulmonale. JIACM. 2004;5(2): 128-36.
- Sovari AA, Cor
pulmonale overview of cor pulmonale management. diakses dari http://
emedicine.medscape.com/article/165139-overviev pada 20 Juli 2013.
- American Heart
Association. Chronic cor pulmonale : Report of an expert comittee. 1963.
hal 594-615
- Harun S., Ika PW.
Kor pulmonal kronik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi
IV. 2008. Hal. 1695-96.
- Shujaat A. et al.
Pulmonary hypertension and chronic cor pulmonale in COPD. International
journal of COPD. 2007:2(3) 273-282.
terimakasih sudah membantu tugas saya.. God bless
BalasHapus