
Mencatut sikit kata-kata penulis buku “Dalam
Dekapan Ukhuwah”-Salim A Fillah.
“Kau mengatakan,”Dalam tiap takdir
kesalahanmu padaku, aku senantiasa berharap takdir kemaafanku mengiringinya.” Kujawab
lirih, “Dalam tiap takdir kejatuhanmu, semoga tertakdir pula uluran tanganku.” Maka
kita pun bersenandung, “Dalam takdir ukhuwah kita, semoga terbangun kokoh
menara cahaya, Tempat kita bercengkrama kelak di surga.”
Dalam dekapan ukhuwah kita tersambung
bukan untuk saling terikat membebani melainkan untuk saling tersenyum memahami
dan saling mengerti dengan kelembutan nurani.
Ketika kubaca
firmanNya, “sungguh tiap mukmin bersaudara” Aku merasa, kadang ukhuwah tak
perlu dirisaukan. Tak perlu, karena ia hanyalah akibat dari iman. Aku ingat
pertemuan pertama kita, ukhti sayang. Dalam dua detik, dua detik saja. Aku telah
merasakan perkenalan, bahkan kesepakatan. Itulah ruh-ruh kita yang saling
menyapa, berpeluk mesra. Dengan iman yang menyala,mereka telah mufakat. Meski
lisan belum saling sebut nama, dan tangan belum berjabat.
Ya kubaca lagi firmanNya “sungguh tiap
mukmin bersaudara”. Aku makin tahu, persaudaraan tak perlu dirisaukan. Karena
saat ikatan melemah, saat keakraban kita merapuh. Saat salam terasa
menyakitkan, saat kebersamaan terasa siksaan. Saat pemberian bagai bara api,
saat kebaikan justru melukai. Aku tahu, yang rombeng bukan ukhuwah kita. Hanya
iman-iman kita yang sedang sakit, atau mengerdil. Mungkin dua-duanya, mungkin
kau saja. Tentu terlebih sering, imankulah yang compang-camping.
Karena persaudaraan kita begitu
berarti bagiku dan hidupku selama ini. Terimakasih sahabat.
Uhibbufikum fillah ukhti.. J
Posting Komentar