Rabu, 18 Desember 2013

Kejam atau sebuah karunia?

Habis bertukar cerita dengan teman seumuran yang menderita diabetes melitus tipe II. sewaktu periksa gula darah puasa hasilnya 116. Dan gula darah postprandialnya 209. gejala klasik dm pun ada padanya. Dari gejala polifagia,pilidipsi dan poliuri. Dia mengeluhkan selalu buang air kecil tiap malam. Sampai menganggu tidurnya. Selama ini dia harus menakarkan makanannya. Setiap pagi selalu mengukur porsi makannya. Dari nasi,sambal sampai sayuran. Setiap istirahat siang di puskesmas, dia tidak pernah makan di tempat lain,dia selalu mengeluarkan bekalnya. Setiap pagi sarapannya hanya roti. Entahlah, kalo pikir-pikir rasanya hidup ini terlalu kejam. Bila mendapatkan penyakit dm itu di usia semuda ini. Memang tidak selalu pada orang tua dan lansia saja penyakit ini. Tetapi...bila dipikir lagi..disaat seumurannya bebas dengan makanannya..bebas tanpa pelu khawatir dengan gula darahnya..rasanya hidup ini menjadi kejam untuk seseorang yang mengalami diabetes melitus diusia dini. Disaat orang lain bebas makan makanan manis yang berlebihan dan tidak menderita DM. Mungkin lebih berat lagi pada penderita diabetes melitus tipe 1. Mereka harus menyuntikkan insulin ke perut atau jaringan subkutan. Dan selalu menakarkan makanannya. Pernah suatu ketika diberi tanggung jawab menjaga HCU INTERNE, saya mendapatkan pasien dengan DM TIPE I. seorang laki - laki,usia 19 tahun. Pasien sudah dikenal menderita penyakit ini. Makanannya selalu ditakar. Pasien sudah 2kali keluar masuk HCU INTERNE karena ketoasidosisnya. Saat saya jaga disana dia masuk lagi dengan keluhan penurunan kesadaran. Benda keton positif. Sesak nafas..saat ditanya ke keluarga pasien belakangan ini pasien sibuk dengan aktivitas kuliahnya. Sehingga lupa makan nasi dan lupa makan obat. Akibatnya gula darah pasien sangat tinggi 408. Bayangkan kita yang masa mudanya tidak pernah memikirkan diet, gula darah dan tidak pusing untuk menyuntikkan obat. Sedangkan dia..yang masa mudanya habis dengan menjaga pola hidup yang sehat. Sungguh. Kita harus banyak bersyukur. Karunia Allah sangat banyak yang selama ini tidak pernah kita syukuri. Bayangkan nikmat Allah selama ini dicabut.dan kita hanya menjalani hari - hari dengan penuh kesulitan dan kegelapan. Bersyukurlah saudaku.. mulai sekarang mari menjaga pola hidup sehat. Makannya harus dijaga. Jangan sampai melakukan tindakan yang merupakan faktor predisposisi diabetes melitus. Kita pasti bisa. Bagi yang sudah terkena diabetes melitus maka jangan berkecil hati..bersemangatlah..toh takdir Allah selalu pasti ad misteri dibaliknya. Pasti ada kado terindah dibaliknya.. semangaat ^^

Minggu, 08 Desember 2013

Case Kolestasis Ekstrahepatal

Case Report Session

KOLESTASIS EKSTRAHEPATAL EC SUSPEK CA CAPUT PANKREAS



Oleh :
Mangaraja Victor                             0810311014               
Eza Indahsari                                    0810312078
Stevani Irwan                                    0810131386
Mohaymin Mohaidin                       0810314277
                                               

Preseptor :
Dr. Arnelis, Sp.PD-KGEH




BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. M.DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2013
BAB I
PENDAHULUAN

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat adanya nekrosis hepatoselular.1
Sirosis hati mengakibatkan terjadinya 35.000 kematian setiap tahunnya di Amerika.2 Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada. Di RS Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (data tahun 2004). Lebih dari 40% pasien sirosis adalah asimptomatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan rutin atau karena penyakit yang lain.1
Penyebab munculnya sirosis hepatis di negara barat tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia kebanyakan disebabkan akibat hepatitis B atau C. Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian terakhir memperlihatkan adanya peranan sel stelata dalam mengatur keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi, di mana jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus, maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen.2
Terapi sirosis ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi.2 Walaupun sampai saat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis hati reversibel, tetapi dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini diharapkan dapat memperpanjang status kompensasi dalam jangka panjang dan mencegah timbulnya komplikasi






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kolestasis Ekstrahepatal
2.1 Definisi
            Kolestasis atau obstruksi biliaris adalah gangguan aliran empedu dari hati ke usus halus yang dapat terjadi pada saluran intra hepatik atau ekstra hepatik. Kolestasis ekstra hepatik dapat disebabkan oleh kelainan kongenital (atresia) atau obstruksi mekanik seperti batu atau tumor.1
            Ikterus kolestasis terjadi karena adanya bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin terkonyugasi tidak dapat dialirkan kedalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonyugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didapatkan urobilinogen dalam tinja dan urin.2,3
            Kolestasis intrahepatal terjadi gangguan ekskresi bilirubin yang terjadi di dalam mikrosom hati dengan duktus empedu, sedangkan kolestasis ekstrahepatal terjadi karena obstruksi di duktus empedu yang lebih besar, seperti duktus koleidokus.2,3
            Pada obstruksi traktus biliaris, bilirubin terkonyugasi dan empedu tidak dapat dialirkan ke usus halus. Ada 4 kategori obstruksi bilier :4
  1. Obstruksi Total, menimbulkan ikterus seperti pada karsinoma kaput pankreas
  2. Obstruksi Intermiten dengan atau tanpa serangan ikterus ( Koledokolithiasis )
  3. Obstruksi kronik parsial ( striktura ulkus koleidokus )
  4. Obstruksi setempat dimana hanya satu atau beberapa cabang saluran empedu intra hepatik yang tersumbat.
Tumor pankreas terdiri dari tumor eksokrin dan tumor endokrin. Tumor endokrin pankreas adalah insulinoma, glukagonoma dan somastaninoma. Tumor eksokrin pankreas adalah adenoma untuk yang jinak dan adenokarsinoma untuk yang ganas.5
Kanker pada pankreas adalah penyebab ke empat terbanyak kematian akibat kanker di Amerika Serikat. Tindakan reseksi bedah merupakan satu – satunya cara pengobatan kuratif untuk kanker pada pankreas ini. Sayangnya akibat keterlambatan diagnosa hanya 15 – 20 % pasien yang dapat dibantu dengan tindakan Pancreatectomy. Prognosa kanker pankreas  termasuk jelek, Five – year survival rate hanya 25 – 30 % pada pasien tanpa metastase ke tempat lain yang telah menjalani pancreaticoduodenectomy dan 10 % pada pasien yang telah bermetastase ke kelenjar limfe terdekat.6

2.2 Epidemiologi
            Di Amerika Serikat dilaporkan angka kejadian kanker pankreas meningkat sejak tahun 1930. Insiden lebih banyak pada laki-laki dibanding wanita yaitu 1,3 : 1, serta lebih banyak pada orang kulit hitam ( 14,8 per 100.000  dibandingkan dengan angka kejadian pada populasi umum 8,8 per 100.000 ). Penyakit ini jarang ditemui pada usia < 45 tahun dan angka kejadiannya meningkat dengan pertambahan umur diatas 45 tahun. Angka kematiannya cukup tinggi yang berhubungan erat dengan dijumpainya sebagian kasus pada tahap lanjut.7

2.3 Faktor Resiko
Faktor resiko terbanyak yang dijumpai adalah :8
-          Factor herediter : pada kasus  “ hereditary chronic pancrestitis
Terjadi abnormalitas gen tripsinogen dan mutasi dari gen “ multiple tumor supresor-1 gene “ ( BRCA2 dan CDKN2A)
-          Merokok
Terjadi delesi homozigot gen untuk karsinogen yang menghasilkan enzim Gluthatione S- Transferase T1 ( GSTT1)
-          Diabetes Melitus
-          Riwayat Keluarga
-          Obesitas dan aktifitas fisik
: BMI > 30 kg/m berhubungan dengan peningkatan insiden Ca Pankreas
-          Diet tinggi lemak dan atau daging
-          Konsumsi kopi dan alkohol
-          Riwayat partial gastrectomy & Cholecystectomy
-          Infeksi H. Pylory strain Cag A

2.4 Patogenesis
            Terjadinya kanker pankreas bila ditinjau dari segi molekuler terjadi kombinasi kelainan pada mutasi gen yaitu :8
1.      Aktivasi dari gen –gen onkogenik ( mutasi K-ras )
2.      Tidak aktifnya peran “tumor suppressor genes” ( CDKN2A, p53, DPC4, BRCA2 )
3.      Defek kesalahan saat terjadi perbaikan gen
            Karsinoma pankreas banyak ditemukan di kaput ± 70 %, selanjutnya di korpus sekitar 20 % dan di kauda 10 %. 9

2.5 Gambaran Klinis13
            Keluhan yang paling sering yaitu nyeri, berat badan menurun dan ikterik. Nyeri biasanya dirasakan di daerah epigastrium seperti rasa menusuk yang hilang timbul. Ikterik timbul terutama bila letak tumor di kaput atau sekitar ampula vateri akibat sumbatan di duktus koledokus.Ikterik akan disertai gatal diseluruh badan, feces dempul ( pada obstruksi total ) dan urin seperti teh pekat. Kadang – kadang timbul perdarahan saluran cerna berupa perdarahan tersembunyi atau melena yang terjadi akibat erosi duodenum yang disebabkan oleh tumor pankreas, selain itu juga dapat terjadi steatore dan gejala diabetes melitus.10
            Pruritus adalah hal tersering yang dikeluhkan oleh penderita kolestatik, hal ini terjadi karena adanya peningkatan asam empedu yang bersifat pruritogenik dan peningkatan aktivitas opioid endogen yang merangsang terjadinya gatal secara sentral. Terapi terbaik untuk pruritus jelas adalah dengan menurunkan kadar bilirubin dengan cepat seperti dengan melakukan drainase tapi pada keadaan yang tidak memungkinkan dapat diberikan beberapa terapi  seperti mandi dengan air hangat, pemakaian emolient serta pemberian obat – obat “ bile acid recin “ seperti cholesthyramine dan colesthipol atau obat – obat antagonis opioid seperti naloxone, nalmefene, naltrexone.11



2.6 Diagnosis
            Diagnosis berdasarkan adanya gejala klinis yaitu nyeri ulu hati, ikterik dan penurunan berat badan dan ditemukan adanya massa di epigastrium serta pembesaran kandung empedu. Pada obstruksi saluran empedu umumnya disertai dengan kenaikan alkali fosfatase, Gamma GT, SGOT, SGPT dan bilirubin total. Pada obstruksi karena karsinoma kaput pankreas yang terlihat mencolok adalah peninggian gamma GT dan alkali posfatase. SGOT dan SGPT meninggi bila telah terjadi kerusakan parenkhim hepar yang telah lanjut.2,7,10
            Pada penyakit kolestatik ini akan terjadi abnormalitas dari lipid dalam darah, mekanisme terjadinya hiperlipidemia berbeda denan mekanisme pasien lainnya dimana terdapat kelainan pada partikel – partikel lipoprotein. Suatu studi yang dilakukan mendapatkan peningkatan total plasma kolesterol pada 50 % pasien kolestatik  berkisar antara 120 mg/dl – 1775 mg/dl. Pada tahap awal akan terjadi peningkatan VLDL,LDL dan HDL semua ini berhubungan dengan meningkatnya apolipoprotein A-1,A-2 , B dan C II sedangkan pada tahap lanjut akan terjadi peningkatan kadar LDL dan penurunan kadar HDL ini juga berhubungan dengan penurunan kadar apolipoprotein A-1, A-2 serta peningkatan kadar apolipoprotein b dan C-II.12        
Bisa juga ditemukan kenaikan serum lipase dan amilase.13 Pada pemeriksaan duodenografi tampak dinding medial duodenum berbentuk dinding gergaji yang merupakan gambaran karsinoma kaput pankreas. Cara pemeriksaan yang lebih baik yaitu ERCP ( endoscopic retrograde choleangiopancreatografy ) bila mana kontras dapat melewati sumbatan  maka sebelah proksimalnya akan tampak pelebaran duktus pankreatikus (7,14). Pemeriksaan serologi terhadap petanda tumor perlu dilakukan antara lain  Carbohydrate Antigenic Determinant 19-9 (CA 19 -9 ) yang mempunyai sensitifitas & spesifisitas 80 – 90 %. Peningkatan kadar CA 19-9 sangat mempunyai arti penting terhadap diagnosa karsinoma kaput pankreas walaupun dengan USG dan CT scan belum meperlihatkan massa tumor di pankreas. Kadar rujukan adalah < 37 U/ml, bila kadar > 1.000 U/ml biasanya mempunyai arti bahwa karsinoma kaput pankreas sudah tidak memungkin lagi untuk direseksi melalui tindakan bedah.7



Tabel 1. Diagnosis untuk kanker pankreas
DIAGNOSTIC STUDIES FOR PANCREATIC CANCER
TEST
SENSITIVITY
SPECIFICITY
USEFUL IN STAGING
ULTRASOUND
ENDOSCOPIC ULTRASOUND
CT SCAN
ERCP
MRI SCAN
FINE NEEDLE ASPIRATE
80
90
90
90
90
90
90
90
95
90
90
98
NO
YES
YES
NO
NO
NO

2.7 Pengobatan
            Umumnya penderita datang dalam stadium lanjut sehingga sukar diberikan pengobatan yang memuaskan. Kurang dari 15 % tumor yang hanya dapat dioperasi, harapan hidup 5 tahun setelah reseksi adalah 10 – 15 %. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan reseksi pankreoduodenektomy (prosedur Whipel), rata – rata lama hidup pasien dengan reseksi 18 bulan dibandingkan dengan yang tidak direseksi yang hanya 6 bulan.6,7,14
            Dapat juga dilakukan dekompresi dengan cara menghisap cairan empedu yaitu memasang Perkutaneus Transhepatik Drainase ( PTD ) sedangkan dengan radioterapi dan kemoterapi tidak memperlihatkan perbaikan hidup walaupun pernah dicoba dengan 5 – Fluorouracil, Gemcitabine tapi tetap tidak memberikan hasil yang memuaskan.14

2.8 Prognosis
            Prognosis pada karsinoma kaput pankreas adalah jelek karena umumnya keluhan pasien dirasakan pada fase lanjut dan sudah berkomplikasi. Angka kelangsungan hidup 5  tahun setelah dilakukan pancreaticoduodenestomy adalah 10 – 25  % dengan penyebaran ke KGB terdekat dan 25-30 % tanpa adanya penjalaran ke KGB.7,14
BAB III
LAPORAN KASUS
1. Anamnesis
Telah dirawat seorang perempuan berusia 55 tahun  di bangsal Penyakit Dalam RSUP DR.M.Djamil Padang sejak tanggal 11 Juli 2013 dengan :
Keluhan Utama:
-          Mata kuning sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat penyakit sekarang:
-          Mata kuning sejak ± 10 hari sebelum masuk rumah sakit
-          Buang air kecil berwarna teh pekat sejak ± 10 hari sebelum masuk rumah sakit, BAK lancar, tidak nyeri, rasa panas waktu kencing tidak ada.
-          Buang air besar warna dempul sejak ± 10 hari sebelum masuk rumah sakit, konsistensi padat, darah (-)
-          Nyeri perut kanan atas sejak ± 10 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak menjalar
-          Nafsu makan menurun sejak ± 7 hari sebelum masuk rumah sakit
-          Gatal-gatal seluruh badan sejak ± 7 hari sebelum mas±uk rumah sakit
-          Nafsu makan berkurang sejak ± 7 hari sebelum masuk rumah sakit
-          Nyeri ulu hati sejak
-          Mual tidak ada
-          Muntah tidak ada
-          Demam tidak ada
-          Penurunan berat badan tidak ada
Riwayat penyakit dahulu:
-          Riwayat sakit kuning sebelumnya disangkal
-          Riwayat hipertensi
-          Riwayat penyakit jantung disangkal
-          Riwayat mengkonsumsi obat lama disangkal
-          Riwayat DM disangkal
Riwayat penyakit keluarga
-          Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit kuning sebelumnya
-          Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat Pengobatan
Pasien kiriman dari RSUD Solok sudah mendapat perawatan selama 5 hari tapi tidak ada perbaikan maka pasien dirujuk ke RSUP DR.M.Djamil Padang.
2. Pemeriksaan Fisik
I. Status Generalisata
Keadaaan umum         : sakit sedang
Kesadaran                   : Compos Mentis Cooperatif
Tekanan Darah            : 120/80 mmHg
Nadi                            : 84x/ menit
Nafas                           : 22x/menit
Suhu                            : 37,5 0C
Kepala            : Normochepal, rambut tidak mudah rontok
Mata                : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik (+/+)
Leher               : kelenjar tiroid tidak membesar, JVP 5-2 cmH2O
Dada
 Paru : Inspeksi            : Simetris kanan = kiri
  Palpasi              : Fremitus kanan= kiri
  Perkusi             : Sonor
  Auskultasi        : Vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : Inspeksi        : iktus tidak terlihat
Palpasi         : iktus teraba di 1 jari medial LMCS RIC V tidak kuat angkat
Perkusi        : batas jantung atas      : RIC II
  batas jantung kanan : LSD
  batas jantung kiri       : 1 jari medial LMCS RIC V
         Auskultasi   : irama reguler, bising tidak ada
Abdomen : Inspeksi    : tidak membuncit
      Auskultasi : BU (+) Normal
      Palpasi       : supel, hati teraba 4 jari bawah arcus costarum, 4 jari bawah prosessus xiphoideus, pinggir tumpul, konsistensi kenyal permukaan rata, nyeri tekan (-)
                        Kandung empedu teraba, lien teraba S2 konsistensi kenyal
      Perkusi      : Timpani
            Ekstremitas     : akral hangat, perfusi baik, edema (-/-)
3. Diagnosis Kerja                 : Kolestasis extrahepatal ec suspek Ca Caput pankreas
4. Diagnosis banding             : Kolestasis extrahepatal ec Koledocholithiasis

5. Pemeriksaan Laboratorium Rutin                      :
Pemeriksaan hematologi tanggal  11 Juli 2013
-          Hb                   : 12,2 g/dl
-          Leukosit          : 8.100/ mm3
-          Hematokrit      : 38%
-          Trombosit        : 241.000/mm3

Urinalisa :
-          Protein             : (-)
-          Glukosa           : (-)
-          Bilirubin          : (+)
-          Urobilinogen   : (+)

6. Penatalaksanaan
-          1st/ Diet Hepar II
-          IVFD Aminofuhcsin : triofuhcsin = 1: 2 8 jam/kolf
-          Curcuma tab 3x1
-          Sistenol tab 550
-          Ursodeoxycholic Acid 3 x 500 mg

7. Pemeriksaan Anjuran
a. Pemeriksaan Elektrolit Darah:
-          Na                   : 131
-          K                     : 3,6
-          Cl                    : 98
-          GDS                : 116
-          Bilirubin Direk   : 17,3
-          Bilirubin indirek : 0,89
-          Ureum             : 16
-          Kreatinin         : 0,7
b. Pemeriksaan Faal Hepar :
-          AST                 : 568
-          ALT                : 61,9
-          SGOT              : 44
-          SGPT              : 42
c. Pemeriksaan USG Abdomen :
Tampak massa di daerah caput pankreas dengan bentuk dan batas tidak jelas dan hiperechoic, bilier melebar, vascular tidak melebar, batu tidak ada, dinding menebal. Ginjal tidak membesar, batu tidak ada, kaliks tidak melebar.
Kesan : Kolestasis obstruksi bilier ec suspek tumor caput pankreas

8. Follow up :
a. Tanggal 12/07/2013
S/ Mata kuning (+)
     BAK seperti teh pekat (-)
     BAB pucat seperti dempul (+)
     Nafsu makan berkurang
O/ Keadaan Umum     : Sakit ringan
     Kesadaran              : CMC
     Tekanan Darah       : 120/80
     Nadi                       : 80x/menit
     Nafas                      : 20x/menit
     Suhu                       :  36,50C
     Mata           : Konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (+/+)
     Thoraks       : Vaskuler, rhonki (-/-) Wheezing (-/-)
     Abdomen   : Hepar teraba 4 jari bac permukaan rata,ujung tumpul konsistensi kenyal
                        Nyeri tekan (+) teraba massa di perut kiri atas
     Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik, reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-
Terapi :
-          1st/ Diet Hepar II
-            IVFD Aminofuhcsin : triofuhcsin = 1: 2 8 jam/kolf
-          Curcuma 3x1
-          Sistenol tab 550 mg
-          Ursodeoxycholic Acid 3 x 500 mg

    Rencana :
-          CT Scan Abdomen
-          Konsul bedah digestif

    







BAB IV
DISKUSI
Etiologi
Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas. Beberapa etiologi lain dari penyakit hati kronis diantaranya adalah infestasi parasit (schistosomiasis), penyakit autoimun yang menyerang hepatosit atau epitel bilier, penyakit hati bawaan, penyakit metabolik seperti Wilson’s disease, kondisi inflamasi kronis (sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate dan hipervitaminosis A), dan kelainan vaskular, baik yang didapat ataupun bawaan.3
Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan penyebab tersering dari sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan 30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok virus bukan B dan C. Sementara itu, alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin kecil sekali frekuensinya karena belum ada penelitian yang mendata kasus sirosis akibat alkohol.1
 Pada kasus ini, kemungkinan yang menjadi penyebab sirosis adalah perkembangan dari penyakit hati kronis yang diakibatkan oleh virus hepatitis B. Walaupun pada anamnesis pasien mengaku tidak pernah menderita sakit kuning atau hepatitis sebelumnya, namun pada pemeriksaan serologi darah didapatkan HbsAg positif dan anti-Hbs negatif. ini menunjukkan pasien  menderita infeksi hepatitis B yang sedang berlangsung, namun belum mencapai resolusi atau penyembuhan, jika sudah mencapai resolusi anti-Hbs menjadi positif.

Manifestasi Klinis

Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap kerusakan hati masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala-gejala awal sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut, (berkembang menjadi sirosis dekompensata) gejala-gejala akan menjadi lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut badan, gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat pula disertai dengan gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.
Pada kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan, didapatkan beberapa gejala yang dapat mengarah pada keluhan yang sering didapat pada sirosis hati yaitu lemas pada seluruh tubuh. Selain itu, ditemukan juga beberapa keluhan yang terkait dengan kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya perut yang membesar dan bengkak pada kedua kaki, gangguan tidur, air kencing yang berwarna seperti teh, ikterus pada kedua mata dan kulit.
Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda klinisini pada penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan fundamental tersebut. Gejala dan tanda dari kelainan fundamental ini dapat dilihat di tabel 1.

Tabel 1. Gejala Kegagalan Fungsi Hati dan Hipertensi Porta.4



Gejala Kegagalan Fungsi Hati
Gejala Hipertensi Porta


Ikterus
Spider naevi
Ginekomastisia
Hipoalbumin
Kerontokan bulu ketiak
Ascites
Eritema palmaris
White nail


Varises esophagus/cardia
Splenomegali
Pelebaran vena kolateral
Ascites
Hemoroid
Caput medusa



Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan pada jaringan parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan hati sehingga mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem porta. Resistensi intra hepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan dinamik. Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot polos. Tonus vaskular intra hepatik diatur oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II, leukotrin dan trombioksan A) dan diperparah oleh penurunan produksi vasodilator (seperti nitrat oksida).
Pada sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh ketidakseimbangan antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik. Hipertensi porta  ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi vaskular sistemik.4,5,6
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penderita tampak sakit sedang. Terlihat juga tanda-tanda ikterus pada kedua sklera. Tanda-tanda kerontokan rambut pada ketiak tidak terlalu signifikan. Pada pemeriksaan jantung dan paru, masih dalam batas normal, tidak ditemukan tanda-tanda efusi pleura seperti penurunan vokal fremitus, perkusi yang redup, dan suara nafas vesikuler yang menurun pada kedua lapang paru. Pada daerah abdomen, ditemukan perut yang membesar pada seluruh regio abdomen dengan tanda-tanda ascites seperti pemeriksaan shifting dullness dan gelombang undulasi yang positif. Hati, lien, dan ginjal sulit untuk dievaluasi karena besarnya ascites pada pasien. Pada ekstremitas juga ditemukan adanya edema pada kedua tungkai bawah. Tanda-tanda sirosis hati lainnya seperti spider naevi, caput medusae, palmar eritem tidak ditemukan pada pasien ini.

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protombin. Nilai aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) dapat menunjukan peningkatan. AST biasanya lebih meningkat dibandingkan dengan ALT, namun bila nilai transaminase normal tetap tidak menyingkirkan kecurigaan adanya sirosis. Alkali fosfatase mengalami peningkatan kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer. Gammaglutamil transpeptidase (GGT) juga mengalami peningkatan, dengan konsentrasi yang tinggi ditemukan pada penyakit hati alkoholik kronik. Konsentrasi bilirubin dapat normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis hati yang lanjut. Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim hati, akan mengalami penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis. Sementara itu, konsentrasi globulin akan cenderung meningkat yang merupakan akibat sekunder dari pintasan antigen virus dari sistem porta ke jaringan limfoid yang selanjutnya akan menginduksi produksi imunoglobulin. Pemeriksaan waktu protrombin akan memanjang karena penurunan produksi faktor pembekuan pada hati yang berkorelasi dengan derajat kerusakan jaringan hati. Konsentrasi natrium serum akan menurun terutama pada sirosis dengan ascites, dimana hal ini dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.1
Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga biasanya akan ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam penyebab, dan gambaran apusan darah yang bervariasi, baik anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer, maupun hipokrom makrositer. Selain anemia biasanya akan ditemukan pula trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan adanya hipertensi porta.1
Pada kasus ini, pada pemeriksaan fungsi hati ditemukan peningkatan kadar SGOT, sementara nilai SGPT normal pada serum pasien. Selain itu, ditemukan juga peningkatan bilirubin total, bilirubin indirek, dan bilirubin direk. Kadar alkali phosphatase tidak dilakukan pemeriksaan. Pada pemeriksaan protein, didapatkan penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin dalam darah.
Pemeriksaan hematologi pada pasien ini menunjukkan penurunan kadar hemoglobin yang belum diketahui sebabnya.
Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada penderita sirosis hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan rutin yang paling sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis, dikarenakan pemeriksaannya yang non invasif dan mudah dikerjakan, walaupun memiliki kelemahan yaitu sensitivitasnya yang kurang dan sangat bergantung pada operator. Melalui pemeriksaan USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi ukuran hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada penderita sirosis lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang tidak rata dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui pemeriksaan USG juga bisa dilihat ada tidaknya ascites, splenomegali, trombosis dan pelebaran vena porta, serta skrining ada tidaknya karsinoma hati.1,7
Pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan esophagogastroduodenoscopy (EGD) untuk menegakkan diagnosa dari varises esophagus dan varises gaster sangat direkomendasikan ketika diagnosis sirosis hepatis dibuat. Melalui pemeriksaan ini, dapat diketahui tingkat keparahan atau grading dari varises yang terjadi serta ada tidaknya red sign dari varises, selain itu dapat juga mendeteksi lokasi perdarahan spesifik pada saluran cerna bagian atas. Di samping untuk menegakkan diagnosis, EGD juga dapat digunakan sebagai manajemen perdarahan varises akut yaitu dengan skleroterapi atau endoscopic variceal ligation (EVL).8

Diagnosis
Pada stadium kompensasi sempurna sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lain.
Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis,laboratorium,dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaanbiopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yangberat dengan sirosis hati dini. Diagnosis pasti sirosis hati ditegakkan dengan biopsi hati.Pada stadium dekompensata diagnosis kadang kala tidak sulit ditegakkan karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.1  
Pada pasien ini,melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan keluhan dan tanda-tanda yang mengarah pada sirosis hati. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium. USG abdomen dan endoskopi tidak dilakukan pada pasien ini.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari penyakit. Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan kasus sirosis.1
Pada kasus ini, pasien diberikan diet makanan lunak tanpa protein, rendah garam, serta pembatasan jumlah cairan kurang lebih 1 liter per hari. Pembatasan pemberian garam juga dilakukan agar gejala ascites yang dialami pasien tidak memberat. Selain melalui nutrisi enteral, pasien juga diberi nutrisi secara parenteral dengan pemberian infus kombinasi NaCl 0,9%, dekstrosa 5%, dan aminoleban dengan jumlah 20 tetesan per menit. Aminoleban diberikan atas indikasi ensefalopati hepatikum pada penyakit hati kronik.
Pada asites pasien harus melakukan tirah baring dan terapi diawali dengan diet rendah garam. Konsumsi garam sebaiknya sebanyak 5,2 gr atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam juga disertai dengan pemberian diuretik. Diuretik yang diberikan awalnya dapat dipilih spironolakton dengan dosis 100- 200mg sekali perhari. Respon diuretik dapat dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5kg/hari tanpa edema kaki atau 1kg/hari dengan edema kaki. Apabila pemberian spironolakton tidak adekuat dapat diberikan kombinasi berupa furosemid dengan dosis 20-40mg/hari. Pemberian furosemid dapat ditambah hingga dosis maksimal 160mg/hari.
Parasentesis asites dilakukan apabila ascites sangat besar. Biasanya pengeluarannya mencapai 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin. Pada pasien ini diberikan terapi kombinasi spironolakton 100 mg dan furosemide 40 mg pada pagi hari. Selain itu, pemberian tranfusi albumin juga dilakukan sebanyak 1 kolf setiap harinya.

Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati, akibat kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya:
1.    Ensepalopati Hepatikum
Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang bersifat reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati setelah mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik. Derajat keparahan dari kelainan ini terdiri dari derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif yang masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien sudah jatuh ke keadaan koma.6
Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh karena adanya gangguan metabolisme energi pada otak dan peningkatan permeabelitas sawar darah otak. Peningkatan permeabelitas sawar darah otak ini akan memudahkan masuknya neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut diantaranya, asam lemak rantaipendek, mercaptans, neurotransmitter palsu (tyramine, octopamine, dan betaphenylethanolamine), amonia, dan gamma-aminobutyric acid (GABA). Kelainan laboratoris pada pasien dengan ensefalopati hepatik adalah berupa peningkatan kadar amonia serum.5

2.   Varises Esophagus
Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh hipertensi porta yang biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat diagnosis sirosis dibuat. Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun pertama sebesar 5-15% dengan angka kematian dalam 6 minggu sebesar 15-20% untuk setiap episodenya.


3. Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)
Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering dijumpai yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.1 PBS sering timbul pada pasien dengan cairan asites yang kandungan proteinnya rendah ( < 1 g/dL ) yang juga memiliki kandungan komplemen yang rendah, yang pada akhirnya menyebabkan rendahnya aktivitas opsonisasi. PBS disebabkan oleh karena adanya translokasi bakteri menembus dinding usus dan juga oleh karena penyebaran bakteri secara hematogen. Bakteri penyebabnya antara lain Escherechia coli, Streptococcus pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme enterik gram negatif lainnya. Diagnosis SBP berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites, dimana ditemukan sel polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm3 dengan kultur cairan asites yang positif.5

4.   Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal yang dapat diamati pada pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi ascites. Sindrom ini diakibatkan oleh vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil sehingga menyebabkan menurunnya perfusi ginjal yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Diagnosis sindrom hepatorenal ditegakkan ketika ditemukan cretinine clearance kurang dari 40 ml/menit atau saat serum creatinine lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang dari 500 mL/d, dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.5

5.    Sindrom Hepatopulmonal
Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.1

Pada kasus ini, pasien diduga mengalami komplikasi ensepalopati hepatikum karena mengalami berbagai gangguan tidur selama menderita sakit ini.

Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang menyertai. Beberapa tahun terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai pada pasien dengan sirosis adalah sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh. Child dan Turcotte pertama kali memperkenalkan sistem skoring ini pada tahun 1964 sebagai cara memprediksi angka kematian selama operasi portocaval shunt. Pugh kemudian merevisi sistem ini pada 1973 dengan memasukkan albumin sebagai pengganti variabel lain yang kurang spesifik dalam menilai status nutrisi. Beberapa revisi juga dilakukan dengan menggunakan INR selain waktu protrombin dalam menilai kemampuan pembekuan darah.5 Sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh dapat dilihat pada tabel 2. Sistem klasifikasi Child- Turcotte-Pugh dapat memprediksi angka kelangsungan hidup pasien dengan sirosis tahap lanjut. Dimana angka kelangsungan hidup selama setahun untuk pasien dengan kriteria Child-Pugh A adalah 100%, Child-Pugh B adalah 80%, dan Child-Pugh C adalah 45%.1


Tabel 2. Sistem Klasifikasi Child-Turcotte-Pugh
Parameter
Skor
Pasien

1
2
3

Asites
Tidak ada
Minimal
Sedang – berat
3
Ensefalopati
Tidak ada
Minimal
Sedang – berat
1
Bilirubin
(mg/dl)
< 2,0
2-3
> 3,0
3
Albumin (g/dl)
> 3,5
2,8-3,5
< 2,8
3
Waktu
protombin /
INR (detik)
1-3 atau
INR < 1.7

4-6 atau
INR 1.7-2.3

>6 atau
INR >2.3

Tidak diketahui

Tabel 3 Klasifikasi Derajat Child Pugh Score
Derajat
Poin
Angka kelangsungan hidup selama setahun (%)
Angka kelangsungan hidup selama  2 tahun (%)
A : Well compensated disease
5-6
100
85
B: Significant fungsional compromise
7-9
80
60

C: Decompensated disease
10-15
45
35

Berdasarkan kriteria di atas, total skor pada pasien adalah 10 sehingga termasuk dalam kategori Child-Pugh C dengan angka kelangsungan hidup selama setahun adalah 45%, sehingga prognosis dari pasien ini kurang baik (dubius ad malam).































DAFTAR PUSTAKA
  1. Halimin. Kolestasis, dalam : Sulaiman A dkk. Gastroenterohepatologi. Jakarta. Sagung Seto. 1997 : 94 – 102.

  1. Lingapa Vishwanath R. Liver Disease.In : Pathophysiology Of Disease An Introduction To Clinical Medicine. 4 th ed. Mc Graw Hill Companies.2003: 380 – 419.

  1. Julius. Ikterus.dalam: Soeparman(ed).Buku Ilmu Penyakit Dalam edisi kedua.FKUI.Jakarta.1993: 576-582.

  1. Lesmana. Obstruksi Traktus Biliaris dalam : Sulaiman A dkk.Gastroenterohepatologi.Jakarta.Sagung Seto.1997: 104-106.

  1. Mc Pee, Steven J. Disorder Of The Exocrine Pancreas. In : Pathophysiology Of Disease An Introduction To Clinical Medicine. 4 th ed. Mc Graw Hill Companies.2003: 420-43.

  1. Castillo F,Jimenez R,Steer M.(2002).Surgery In The Treatment Of Pancreatic Cancer.www.up todate.com.

  1. Steer L Michael.(2002).Clinical Manifestations,Diagnosis And Surgical Staging Of Exocrine Pancreatic Cancer. www.up todate.com.

  1. Castillo F,Jimmenez R.(2002).Risk Factor For And Molecular Pathogenesis Of Pancreatic Cancer. www.up todate.com.

  1. Macfarlane P,Reid Robin,Callendar R. Pathology Illustrated. Churchill Livingstone.Harcourt Publishers Limited.2000: 381.

  1. Hadi S. Tumor Pankreas. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1.edisi 3.Balai Penerbit FKUI.Jakarta.1993: 398-402.

  1. Kaplan M Marshal,Chopra Sanjiv.(2002).Pruritus Associated With Cholestatis. www.up todate.com.

  1. Flamm steven,Kaplan,Chopra Sanjiv.(2002).Hypercholesterolemia And Atherosclerosis In Primary Biliary Cirrhosis. www.up todate.com.

  1. Widmann K Frances.Clinical Interprestation of labolatory test.9th ed.The FA Davis company.Philadelphia: 1989 : 301-16.

  1. AGA Guidline. (2002).Epidemiology,Diagnosis And Treatment Of Pancreatic Ductal Adenocarcinoma. www.up todate.com.

  1. Guyton & Hall. Fisiologi Gastrointestinal.Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC.edisi 9.1997: 987-1059.

 Case Report Session

KOLESTASIS EKSTRAHEPATAL EC SUSPEK CA CAPUT PANKREAS



Oleh :
Mangaraja Victor                             0810311014               
Eza Indahsari                                    0810312078
Stevani Irwan                                    0810131386
Mohaymin Mohaidin                       0810314277
                                               

Preseptor :
Dr. Arnelis, Sp.PD-KGEH




BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. M.DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2013
BAB I
PENDAHULUAN

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat adanya nekrosis hepatoselular.1
Sirosis hati mengakibatkan terjadinya 35.000 kematian setiap tahunnya di Amerika.2 Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada. Di RS Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (data tahun 2004). Lebih dari 40% pasien sirosis adalah asimptomatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan rutin atau karena penyakit yang lain.1
Penyebab munculnya sirosis hepatis di negara barat tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia kebanyakan disebabkan akibat hepatitis B atau C. Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian terakhir memperlihatkan adanya peranan sel stelata dalam mengatur keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi, di mana jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus, maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen.2
Terapi sirosis ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi.2 Walaupun sampai saat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis hati reversibel, tetapi dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini diharapkan dapat memperpanjang status kompensasi dalam jangka panjang dan mencegah timbulnya komplikasi






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kolestasis Ekstrahepatal
2.1 Definisi
            Kolestasis atau obstruksi biliaris adalah gangguan aliran empedu dari hati ke usus halus yang dapat terjadi pada saluran intra hepatik atau ekstra hepatik. Kolestasis ekstra hepatik dapat disebabkan oleh kelainan kongenital (atresia) atau obstruksi mekanik seperti batu atau tumor.1
            Ikterus kolestasis terjadi karena adanya bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin terkonyugasi tidak dapat dialirkan kedalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonyugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didapatkan urobilinogen dalam tinja dan urin.2,3
            Kolestasis intrahepatal terjadi gangguan ekskresi bilirubin yang terjadi di dalam mikrosom hati dengan duktus empedu, sedangkan kolestasis ekstrahepatal terjadi karena obstruksi di duktus empedu yang lebih besar, seperti duktus koleidokus.2,3
            Pada obstruksi traktus biliaris, bilirubin terkonyugasi dan empedu tidak dapat dialirkan ke usus halus. Ada 4 kategori obstruksi bilier :4
  1. Obstruksi Total, menimbulkan ikterus seperti pada karsinoma kaput pankreas
  2. Obstruksi Intermiten dengan atau tanpa serangan ikterus ( Koledokolithiasis )
  3. Obstruksi kronik parsial ( striktura ulkus koleidokus )
  4. Obstruksi setempat dimana hanya satu atau beberapa cabang saluran empedu intra hepatik yang tersumbat.
Tumor pankreas terdiri dari tumor eksokrin dan tumor endokrin. Tumor endokrin pankreas adalah insulinoma, glukagonoma dan somastaninoma. Tumor eksokrin pankreas adalah adenoma untuk yang jinak dan adenokarsinoma untuk yang ganas.5
Kanker pada pankreas adalah penyebab ke empat terbanyak kematian akibat kanker di Amerika Serikat. Tindakan reseksi bedah merupakan satu – satunya cara pengobatan kuratif untuk kanker pada pankreas ini. Sayangnya akibat keterlambatan diagnosa hanya 15 – 20 % pasien yang dapat dibantu dengan tindakan Pancreatectomy. Prognosa kanker pankreas  termasuk jelek, Five – year survival rate hanya 25 – 30 % pada pasien tanpa metastase ke tempat lain yang telah menjalani pancreaticoduodenectomy dan 10 % pada pasien yang telah bermetastase ke kelenjar limfe terdekat.6

2.2 Epidemiologi
            Di Amerika Serikat dilaporkan angka kejadian kanker pankreas meningkat sejak tahun 1930. Insiden lebih banyak pada laki-laki dibanding wanita yaitu 1,3 : 1, serta lebih banyak pada orang kulit hitam ( 14,8 per 100.000  dibandingkan dengan angka kejadian pada populasi umum 8,8 per 100.000 ). Penyakit ini jarang ditemui pada usia < 45 tahun dan angka kejadiannya meningkat dengan pertambahan umur diatas 45 tahun. Angka kematiannya cukup tinggi yang berhubungan erat dengan dijumpainya sebagian kasus pada tahap lanjut.7

2.3 Faktor Resiko
Faktor resiko terbanyak yang dijumpai adalah :8
-          Factor herediter : pada kasus  “ hereditary chronic pancrestitis
Terjadi abnormalitas gen tripsinogen dan mutasi dari gen “ multiple tumor supresor-1 gene “ ( BRCA2 dan CDKN2A)
-          Merokok
Terjadi delesi homozigot gen untuk karsinogen yang menghasilkan enzim Gluthatione S- Transferase T1 ( GSTT1)
-          Diabetes Melitus
-          Riwayat Keluarga
-          Obesitas dan aktifitas fisik
: BMI > 30 kg/m berhubungan dengan peningkatan insiden Ca Pankreas
-          Diet tinggi lemak dan atau daging
-          Konsumsi kopi dan alkohol
-          Riwayat partial gastrectomy & Cholecystectomy
-          Infeksi H. Pylory strain Cag A

2.4 Patogenesis
            Terjadinya kanker pankreas bila ditinjau dari segi molekuler terjadi kombinasi kelainan pada mutasi gen yaitu :8
1.      Aktivasi dari gen –gen onkogenik ( mutasi K-ras )
2.      Tidak aktifnya peran “tumor suppressor genes” ( CDKN2A, p53, DPC4, BRCA2 )
3.      Defek kesalahan saat terjadi perbaikan gen
            Karsinoma pankreas banyak ditemukan di kaput ± 70 %, selanjutnya di korpus sekitar 20 % dan di kauda 10 %. 9

2.5 Gambaran Klinis13
            Keluhan yang paling sering yaitu nyeri, berat badan menurun dan ikterik. Nyeri biasanya dirasakan di daerah epigastrium seperti rasa menusuk yang hilang timbul. Ikterik timbul terutama bila letak tumor di kaput atau sekitar ampula vateri akibat sumbatan di duktus koledokus.Ikterik akan disertai gatal diseluruh badan, feces dempul ( pada obstruksi total ) dan urin seperti teh pekat. Kadang – kadang timbul perdarahan saluran cerna berupa perdarahan tersembunyi atau melena yang terjadi akibat erosi duodenum yang disebabkan oleh tumor pankreas, selain itu juga dapat terjadi steatore dan gejala diabetes melitus.10
            Pruritus adalah hal tersering yang dikeluhkan oleh penderita kolestatik, hal ini terjadi karena adanya peningkatan asam empedu yang bersifat pruritogenik dan peningkatan aktivitas opioid endogen yang merangsang terjadinya gatal secara sentral. Terapi terbaik untuk pruritus jelas adalah dengan menurunkan kadar bilirubin dengan cepat seperti dengan melakukan drainase tapi pada keadaan yang tidak memungkinkan dapat diberikan beberapa terapi  seperti mandi dengan air hangat, pemakaian emolient serta pemberian obat – obat “ bile acid recin “ seperti cholesthyramine dan colesthipol atau obat – obat antagonis opioid seperti naloxone, nalmefene, naltrexone.11



2.6 Diagnosis
            Diagnosis berdasarkan adanya gejala klinis yaitu nyeri ulu hati, ikterik dan penurunan berat badan dan ditemukan adanya massa di epigastrium serta pembesaran kandung empedu. Pada obstruksi saluran empedu umumnya disertai dengan kenaikan alkali fosfatase, Gamma GT, SGOT, SGPT dan bilirubin total. Pada obstruksi karena karsinoma kaput pankreas yang terlihat mencolok adalah peninggian gamma GT dan alkali posfatase. SGOT dan SGPT meninggi bila telah terjadi kerusakan parenkhim hepar yang telah lanjut.2,7,10
            Pada penyakit kolestatik ini akan terjadi abnormalitas dari lipid dalam darah, mekanisme terjadinya hiperlipidemia berbeda denan mekanisme pasien lainnya dimana terdapat kelainan pada partikel – partikel lipoprotein. Suatu studi yang dilakukan mendapatkan peningkatan total plasma kolesterol pada 50 % pasien kolestatik  berkisar antara 120 mg/dl – 1775 mg/dl. Pada tahap awal akan terjadi peningkatan VLDL,LDL dan HDL semua ini berhubungan dengan meningkatnya apolipoprotein A-1,A-2 , B dan C II sedangkan pada tahap lanjut akan terjadi peningkatan kadar LDL dan penurunan kadar HDL ini juga berhubungan dengan penurunan kadar apolipoprotein A-1, A-2 serta peningkatan kadar apolipoprotein b dan C-II.12        
Bisa juga ditemukan kenaikan serum lipase dan amilase.13 Pada pemeriksaan duodenografi tampak dinding medial duodenum berbentuk dinding gergaji yang merupakan gambaran karsinoma kaput pankreas. Cara pemeriksaan yang lebih baik yaitu ERCP ( endoscopic retrograde choleangiopancreatografy ) bila mana kontras dapat melewati sumbatan  maka sebelah proksimalnya akan tampak pelebaran duktus pankreatikus (7,14). Pemeriksaan serologi terhadap petanda tumor perlu dilakukan antara lain  Carbohydrate Antigenic Determinant 19-9 (CA 19 -9 ) yang mempunyai sensitifitas & spesifisitas 80 – 90 %. Peningkatan kadar CA 19-9 sangat mempunyai arti penting terhadap diagnosa karsinoma kaput pankreas walaupun dengan USG dan CT scan belum meperlihatkan massa tumor di pankreas. Kadar rujukan adalah < 37 U/ml, bila kadar > 1.000 U/ml biasanya mempunyai arti bahwa karsinoma kaput pankreas sudah tidak memungkin lagi untuk direseksi melalui tindakan bedah.7



Tabel 1. Diagnosis untuk kanker pankreas
DIAGNOSTIC STUDIES FOR PANCREATIC CANCER
TEST
SENSITIVITY
SPECIFICITY
USEFUL IN STAGING
ULTRASOUND
ENDOSCOPIC ULTRASOUND
CT SCAN
ERCP
MRI SCAN
FINE NEEDLE ASPIRATE
80
90
90
90
90
90
90
90
95
90
90
98
NO
YES
YES
NO
NO
NO

2.7 Pengobatan
            Umumnya penderita datang dalam stadium lanjut sehingga sukar diberikan pengobatan yang memuaskan. Kurang dari 15 % tumor yang hanya dapat dioperasi, harapan hidup 5 tahun setelah reseksi adalah 10 – 15 %. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan reseksi pankreoduodenektomy (prosedur Whipel), rata – rata lama hidup pasien dengan reseksi 18 bulan dibandingkan dengan yang tidak direseksi yang hanya 6 bulan.6,7,14
            Dapat juga dilakukan dekompresi dengan cara menghisap cairan empedu yaitu memasang Perkutaneus Transhepatik Drainase ( PTD ) sedangkan dengan radioterapi dan kemoterapi tidak memperlihatkan perbaikan hidup walaupun pernah dicoba dengan 5 – Fluorouracil, Gemcitabine tapi tetap tidak memberikan hasil yang memuaskan.14

2.8 Prognosis
            Prognosis pada karsinoma kaput pankreas adalah jelek karena umumnya keluhan pasien dirasakan pada fase lanjut dan sudah berkomplikasi. Angka kelangsungan hidup 5  tahun setelah dilakukan pancreaticoduodenestomy adalah 10 – 25  % dengan penyebaran ke KGB terdekat dan 25-30 % tanpa adanya penjalaran ke KGB.7,14
BAB III
LAPORAN KASUS
1. Anamnesis
Telah dirawat seorang perempuan berusia 55 tahun  di bangsal Penyakit Dalam RSUP DR.M.Djamil Padang sejak tanggal 11 Juli 2013 dengan :
Keluhan Utama:
-          Mata kuning sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat penyakit sekarang:
-          Mata kuning sejak ± 10 hari sebelum masuk rumah sakit
-          Buang air kecil berwarna teh pekat sejak ± 10 hari sebelum masuk rumah sakit, BAK lancar, tidak nyeri, rasa panas waktu kencing tidak ada.
-          Buang air besar warna dempul sejak ± 10 hari sebelum masuk rumah sakit, konsistensi padat, darah (-)
-          Nyeri perut kanan atas sejak ± 10 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak menjalar
-          Nafsu makan menurun sejak ± 7 hari sebelum masuk rumah sakit
-          Gatal-gatal seluruh badan sejak ± 7 hari sebelum mas±uk rumah sakit
-          Nafsu makan berkurang sejak ± 7 hari sebelum masuk rumah sakit
-          Nyeri ulu hati sejak
-          Mual tidak ada
-          Muntah tidak ada
-          Demam tidak ada
-          Penurunan berat badan tidak ada
Riwayat penyakit dahulu:
-          Riwayat sakit kuning sebelumnya disangkal
-          Riwayat hipertensi
-          Riwayat penyakit jantung disangkal
-          Riwayat mengkonsumsi obat lama disangkal
-          Riwayat DM disangkal
Riwayat penyakit keluarga
-          Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit kuning sebelumnya
-          Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat Pengobatan
Pasien kiriman dari RSUD Solok sudah mendapat perawatan selama 5 hari tapi tidak ada perbaikan maka pasien dirujuk ke RSUP DR.M.Djamil Padang.
2. Pemeriksaan Fisik
I. Status Generalisata
Keadaaan umum         : sakit sedang
Kesadaran                   : Compos Mentis Cooperatif
Tekanan Darah            : 120/80 mmHg
Nadi                            : 84x/ menit
Nafas                           : 22x/menit
Suhu                            : 37,5 0C
Kepala            : Normochepal, rambut tidak mudah rontok
Mata                : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik (+/+)
Leher               : kelenjar tiroid tidak membesar, JVP 5-2 cmH2O
Dada
 Paru : Inspeksi            : Simetris kanan = kiri
  Palpasi              : Fremitus kanan= kiri
  Perkusi             : Sonor
  Auskultasi        : Vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : Inspeksi        : iktus tidak terlihat
Palpasi         : iktus teraba di 1 jari medial LMCS RIC V tidak kuat angkat
Perkusi        : batas jantung atas      : RIC II
  batas jantung kanan : LSD
  batas jantung kiri       : 1 jari medial LMCS RIC V
         Auskultasi   : irama reguler, bising tidak ada
Abdomen : Inspeksi    : tidak membuncit
      Auskultasi : BU (+) Normal
      Palpasi       : supel, hati teraba 4 jari bawah arcus costarum, 4 jari bawah prosessus xiphoideus, pinggir tumpul, konsistensi kenyal permukaan rata, nyeri tekan (-)
                        Kandung empedu teraba, lien teraba S2 konsistensi kenyal
      Perkusi      : Timpani
            Ekstremitas     : akral hangat, perfusi baik, edema (-/-)
3. Diagnosis Kerja                 : Kolestasis extrahepatal ec suspek Ca Caput pankreas
4. Diagnosis banding             : Kolestasis extrahepatal ec Koledocholithiasis

5. Pemeriksaan Laboratorium Rutin                      :
Pemeriksaan hematologi tanggal  11 Juli 2013
-          Hb                   : 12,2 g/dl
-          Leukosit          : 8.100/ mm3
-          Hematokrit      : 38%
-          Trombosit        : 241.000/mm3

Urinalisa :
-          Protein             : (-)
-          Glukosa           : (-)
-          Bilirubin          : (+)
-          Urobilinogen   : (+)

6. Penatalaksanaan
-          1st/ Diet Hepar II
-          IVFD Aminofuhcsin : triofuhcsin = 1: 2 8 jam/kolf
-          Curcuma tab 3x1
-          Sistenol tab 550
-          Ursodeoxycholic Acid 3 x 500 mg

7. Pemeriksaan Anjuran
a. Pemeriksaan Elektrolit Darah:
-          Na                   : 131
-          K                     : 3,6
-          Cl                    : 98
-          GDS                : 116
-          Bilirubin Direk   : 17,3
-          Bilirubin indirek : 0,89
-          Ureum             : 16
-          Kreatinin         : 0,7
b. Pemeriksaan Faal Hepar :
-          AST                 : 568
-          ALT                : 61,9
-          SGOT              : 44
-          SGPT              : 42
c. Pemeriksaan USG Abdomen :
Tampak massa di daerah caput pankreas dengan bentuk dan batas tidak jelas dan hiperechoic, bilier melebar, vascular tidak melebar, batu tidak ada, dinding menebal. Ginjal tidak membesar, batu tidak ada, kaliks tidak melebar.
Kesan : Kolestasis obstruksi bilier ec suspek tumor caput pankreas

8. Follow up :
a. Tanggal 12/07/2013
S/ Mata kuning (+)
     BAK seperti teh pekat (-)
     BAB pucat seperti dempul (+)
     Nafsu makan berkurang
O/ Keadaan Umum     : Sakit ringan
     Kesadaran              : CMC
     Tekanan Darah       : 120/80
     Nadi                       : 80x/menit
     Nafas                      : 20x/menit
     Suhu                       :  36,50C
     Mata           : Konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (+/+)
     Thoraks       : Vaskuler, rhonki (-/-) Wheezing (-/-)
     Abdomen   : Hepar teraba 4 jari bac permukaan rata,ujung tumpul konsistensi kenyal
                        Nyeri tekan (+) teraba massa di perut kiri atas
     Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik, reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-
Terapi :
-          1st/ Diet Hepar II
-            IVFD Aminofuhcsin : triofuhcsin = 1: 2 8 jam/kolf
-          Curcuma 3x1
-          Sistenol tab 550 mg
-          Ursodeoxycholic Acid 3 x 500 mg

    Rencana :
-          CT Scan Abdomen
-          Konsul bedah digestif

    







BAB IV
DISKUSI
Etiologi
Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas. Beberapa etiologi lain dari penyakit hati kronis diantaranya adalah infestasi parasit (schistosomiasis), penyakit autoimun yang menyerang hepatosit atau epitel bilier, penyakit hati bawaan, penyakit metabolik seperti Wilson’s disease, kondisi inflamasi kronis (sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate dan hipervitaminosis A), dan kelainan vaskular, baik yang didapat ataupun bawaan.3
Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan penyebab tersering dari sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan 30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok virus bukan B dan C. Sementara itu, alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin kecil sekali frekuensinya karena belum ada penelitian yang mendata kasus sirosis akibat alkohol.1
 Pada kasus ini, kemungkinan yang menjadi penyebab sirosis adalah perkembangan dari penyakit hati kronis yang diakibatkan oleh virus hepatitis B. Walaupun pada anamnesis pasien mengaku tidak pernah menderita sakit kuning atau hepatitis sebelumnya, namun pada pemeriksaan serologi darah didapatkan HbsAg positif dan anti-Hbs negatif. ini menunjukkan pasien  menderita infeksi hepatitis B yang sedang berlangsung, namun belum mencapai resolusi atau penyembuhan, jika sudah mencapai resolusi anti-Hbs menjadi positif.

Manifestasi Klinis

Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap kerusakan hati masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala-gejala awal sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut, (berkembang menjadi sirosis dekompensata) gejala-gejala akan menjadi lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut badan, gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat pula disertai dengan gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.
Pada kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan, didapatkan beberapa gejala yang dapat mengarah pada keluhan yang sering didapat pada sirosis hati yaitu lemas pada seluruh tubuh. Selain itu, ditemukan juga beberapa keluhan yang terkait dengan kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya perut yang membesar dan bengkak pada kedua kaki, gangguan tidur, air kencing yang berwarna seperti teh, ikterus pada kedua mata dan kulit.
Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda klinisini pada penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan fundamental tersebut. Gejala dan tanda dari kelainan fundamental ini dapat dilihat di tabel 1.

Tabel 1. Gejala Kegagalan Fungsi Hati dan Hipertensi Porta.4



Gejala Kegagalan Fungsi Hati
Gejala Hipertensi Porta


Ikterus
Spider naevi
Ginekomastisia
Hipoalbumin
Kerontokan bulu ketiak
Ascites
Eritema palmaris
White nail


Varises esophagus/cardia
Splenomegali
Pelebaran vena kolateral
Ascites
Hemoroid
Caput medusa



Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan pada jaringan parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan hati sehingga mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem porta. Resistensi intra hepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan dinamik. Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot polos. Tonus vaskular intra hepatik diatur oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II, leukotrin dan trombioksan A) dan diperparah oleh penurunan produksi vasodilator (seperti nitrat oksida).
Pada sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh ketidakseimbangan antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik. Hipertensi porta  ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi vaskular sistemik.4,5,6
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penderita tampak sakit sedang. Terlihat juga tanda-tanda ikterus pada kedua sklera. Tanda-tanda kerontokan rambut pada ketiak tidak terlalu signifikan. Pada pemeriksaan jantung dan paru, masih dalam batas normal, tidak ditemukan tanda-tanda efusi pleura seperti penurunan vokal fremitus, perkusi yang redup, dan suara nafas vesikuler yang menurun pada kedua lapang paru. Pada daerah abdomen, ditemukan perut yang membesar pada seluruh regio abdomen dengan tanda-tanda ascites seperti pemeriksaan shifting dullness dan gelombang undulasi yang positif. Hati, lien, dan ginjal sulit untuk dievaluasi karena besarnya ascites pada pasien. Pada ekstremitas juga ditemukan adanya edema pada kedua tungkai bawah. Tanda-tanda sirosis hati lainnya seperti spider naevi, caput medusae, palmar eritem tidak ditemukan pada pasien ini.

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protombin. Nilai aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) dapat menunjukan peningkatan. AST biasanya lebih meningkat dibandingkan dengan ALT, namun bila nilai transaminase normal tetap tidak menyingkirkan kecurigaan adanya sirosis. Alkali fosfatase mengalami peningkatan kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer. Gammaglutamil transpeptidase (GGT) juga mengalami peningkatan, dengan konsentrasi yang tinggi ditemukan pada penyakit hati alkoholik kronik. Konsentrasi bilirubin dapat normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis hati yang lanjut. Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim hati, akan mengalami penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis. Sementara itu, konsentrasi globulin akan cenderung meningkat yang merupakan akibat sekunder dari pintasan antigen virus dari sistem porta ke jaringan limfoid yang selanjutnya akan menginduksi produksi imunoglobulin. Pemeriksaan waktu protrombin akan memanjang karena penurunan produksi faktor pembekuan pada hati yang berkorelasi dengan derajat kerusakan jaringan hati. Konsentrasi natrium serum akan menurun terutama pada sirosis dengan ascites, dimana hal ini dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.1
Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga biasanya akan ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam penyebab, dan gambaran apusan darah yang bervariasi, baik anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer, maupun hipokrom makrositer. Selain anemia biasanya akan ditemukan pula trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan adanya hipertensi porta.1
Pada kasus ini, pada pemeriksaan fungsi hati ditemukan peningkatan kadar SGOT, sementara nilai SGPT normal pada serum pasien. Selain itu, ditemukan juga peningkatan bilirubin total, bilirubin indirek, dan bilirubin direk. Kadar alkali phosphatase tidak dilakukan pemeriksaan. Pada pemeriksaan protein, didapatkan penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin dalam darah.
Pemeriksaan hematologi pada pasien ini menunjukkan penurunan kadar hemoglobin yang belum diketahui sebabnya.
Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada penderita sirosis hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan rutin yang paling sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis, dikarenakan pemeriksaannya yang non invasif dan mudah dikerjakan, walaupun memiliki kelemahan yaitu sensitivitasnya yang kurang dan sangat bergantung pada operator. Melalui pemeriksaan USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi ukuran hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada penderita sirosis lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang tidak rata dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui pemeriksaan USG juga bisa dilihat ada tidaknya ascites, splenomegali, trombosis dan pelebaran vena porta, serta skrining ada tidaknya karsinoma hati.1,7
Pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan esophagogastroduodenoscopy (EGD) untuk menegakkan diagnosa dari varises esophagus dan varises gaster sangat direkomendasikan ketika diagnosis sirosis hepatis dibuat. Melalui pemeriksaan ini, dapat diketahui tingkat keparahan atau grading dari varises yang terjadi serta ada tidaknya red sign dari varises, selain itu dapat juga mendeteksi lokasi perdarahan spesifik pada saluran cerna bagian atas. Di samping untuk menegakkan diagnosis, EGD juga dapat digunakan sebagai manajemen perdarahan varises akut yaitu dengan skleroterapi atau endoscopic variceal ligation (EVL).8

Diagnosis
Pada stadium kompensasi sempurna sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lain.
Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis,laboratorium,dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaanbiopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yangberat dengan sirosis hati dini. Diagnosis pasti sirosis hati ditegakkan dengan biopsi hati.Pada stadium dekompensata diagnosis kadang kala tidak sulit ditegakkan karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.1  
Pada pasien ini,melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan keluhan dan tanda-tanda yang mengarah pada sirosis hati. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium. USG abdomen dan endoskopi tidak dilakukan pada pasien ini.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari penyakit. Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan kasus sirosis.1
Pada kasus ini, pasien diberikan diet makanan lunak tanpa protein, rendah garam, serta pembatasan jumlah cairan kurang lebih 1 liter per hari. Pembatasan pemberian garam juga dilakukan agar gejala ascites yang dialami pasien tidak memberat. Selain melalui nutrisi enteral, pasien juga diberi nutrisi secara parenteral dengan pemberian infus kombinasi NaCl 0,9%, dekstrosa 5%, dan aminoleban dengan jumlah 20 tetesan per menit. Aminoleban diberikan atas indikasi ensefalopati hepatikum pada penyakit hati kronik.
Pada asites pasien harus melakukan tirah baring dan terapi diawali dengan diet rendah garam. Konsumsi garam sebaiknya sebanyak 5,2 gr atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam juga disertai dengan pemberian diuretik. Diuretik yang diberikan awalnya dapat dipilih spironolakton dengan dosis 100- 200mg sekali perhari. Respon diuretik dapat dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5kg/hari tanpa edema kaki atau 1kg/hari dengan edema kaki. Apabila pemberian spironolakton tidak adekuat dapat diberikan kombinasi berupa furosemid dengan dosis 20-40mg/hari. Pemberian furosemid dapat ditambah hingga dosis maksimal 160mg/hari.
Parasentesis asites dilakukan apabila ascites sangat besar. Biasanya pengeluarannya mencapai 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin. Pada pasien ini diberikan terapi kombinasi spironolakton 100 mg dan furosemide 40 mg pada pagi hari. Selain itu, pemberian tranfusi albumin juga dilakukan sebanyak 1 kolf setiap harinya.

Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati, akibat kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya:
1.    Ensepalopati Hepatikum
Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang bersifat reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis hati setelah mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik. Derajat keparahan dari kelainan ini terdiri dari derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif yang masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien sudah jatuh ke keadaan koma.6
Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh karena adanya gangguan metabolisme energi pada otak dan peningkatan permeabelitas sawar darah otak. Peningkatan permeabelitas sawar darah otak ini akan memudahkan masuknya neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut diantaranya, asam lemak rantaipendek, mercaptans, neurotransmitter palsu (tyramine, octopamine, dan betaphenylethanolamine), amonia, dan gamma-aminobutyric acid (GABA). Kelainan laboratoris pada pasien dengan ensefalopati hepatik adalah berupa peningkatan kadar amonia serum.5

2.   Varises Esophagus
Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh hipertensi porta yang biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50% pasien saat diagnosis sirosis dibuat. Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1 tahun pertama sebesar 5-15% dengan angka kematian dalam 6 minggu sebesar 15-20% untuk setiap episodenya.


3. Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)
Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering dijumpai yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.1 PBS sering timbul pada pasien dengan cairan asites yang kandungan proteinnya rendah ( < 1 g/dL ) yang juga memiliki kandungan komplemen yang rendah, yang pada akhirnya menyebabkan rendahnya aktivitas opsonisasi. PBS disebabkan oleh karena adanya translokasi bakteri menembus dinding usus dan juga oleh karena penyebaran bakteri secara hematogen. Bakteri penyebabnya antara lain Escherechia coli, Streptococcus pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme enterik gram negatif lainnya. Diagnosis SBP berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites, dimana ditemukan sel polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm3 dengan kultur cairan asites yang positif.5

4.   Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal yang dapat diamati pada pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi ascites. Sindrom ini diakibatkan oleh vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil sehingga menyebabkan menurunnya perfusi ginjal yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Diagnosis sindrom hepatorenal ditegakkan ketika ditemukan cretinine clearance kurang dari 40 ml/menit atau saat serum creatinine lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang dari 500 mL/d, dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.5

5.    Sindrom Hepatopulmonal
Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.1

Pada kasus ini, pasien diduga mengalami komplikasi ensepalopati hepatikum karena mengalami berbagai gangguan tidur selama menderita sakit ini.

Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang menyertai. Beberapa tahun terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai pada pasien dengan sirosis adalah sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh. Child dan Turcotte pertama kali memperkenalkan sistem skoring ini pada tahun 1964 sebagai cara memprediksi angka kematian selama operasi portocaval shunt. Pugh kemudian merevisi sistem ini pada 1973 dengan memasukkan albumin sebagai pengganti variabel lain yang kurang spesifik dalam menilai status nutrisi. Beberapa revisi juga dilakukan dengan menggunakan INR selain waktu protrombin dalam menilai kemampuan pembekuan darah.5 Sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh dapat dilihat pada tabel 2. Sistem klasifikasi Child- Turcotte-Pugh dapat memprediksi angka kelangsungan hidup pasien dengan sirosis tahap lanjut. Dimana angka kelangsungan hidup selama setahun untuk pasien dengan kriteria Child-Pugh A adalah 100%, Child-Pugh B adalah 80%, dan Child-Pugh C adalah 45%.1


Tabel 2. Sistem Klasifikasi Child-Turcotte-Pugh
Parameter
Skor
Pasien

1
2
3

Asites
Tidak ada
Minimal
Sedang – berat
3
Ensefalopati
Tidak ada
Minimal
Sedang – berat
1
Bilirubin
(mg/dl)
< 2,0
2-3
> 3,0
3
Albumin (g/dl)
> 3,5
2,8-3,5
< 2,8
3
Waktu
protombin /
INR (detik)
1-3 atau
INR < 1.7

4-6 atau
INR 1.7-2.3

>6 atau
INR >2.3

Tidak diketahui

Tabel 3 Klasifikasi Derajat Child Pugh Score
Derajat
Poin
Angka kelangsungan hidup selama setahun (%)
Angka kelangsungan hidup selama  2 tahun (%)
A : Well compensated disease
5-6
100
85
B: Significant fungsional compromise
7-9
80
60

C: Decompensated disease
10-15
45
35

Berdasarkan kriteria di atas, total skor pada pasien adalah 10 sehingga termasuk dalam kategori Child-Pugh C dengan angka kelangsungan hidup selama setahun adalah 45%, sehingga prognosis dari pasien ini kurang baik (dubius ad malam).































DAFTAR PUSTAKA
  1. Halimin. Kolestasis, dalam : Sulaiman A dkk. Gastroenterohepatologi. Jakarta. Sagung Seto. 1997 : 94 – 102.

  1. Lingapa Vishwanath R. Liver Disease.In : Pathophysiology Of Disease An Introduction To Clinical Medicine. 4 th ed. Mc Graw Hill Companies.2003: 380 – 419.

  1. Julius. Ikterus.dalam: Soeparman(ed).Buku Ilmu Penyakit Dalam edisi kedua.FKUI.Jakarta.1993: 576-582.

  1. Lesmana. Obstruksi Traktus Biliaris dalam : Sulaiman A dkk.Gastroenterohepatologi.Jakarta.Sagung Seto.1997: 104-106.

  1. Mc Pee, Steven J. Disorder Of The Exocrine Pancreas. In : Pathophysiology Of Disease An Introduction To Clinical Medicine. 4 th ed. Mc Graw Hill Companies.2003: 420-43.

  1. Castillo F,Jimenez R,Steer M.(2002).Surgery In The Treatment Of Pancreatic Cancer.www.up todate.com.

  1. Steer L Michael.(2002).Clinical Manifestations,Diagnosis And Surgical Staging Of Exocrine Pancreatic Cancer. www.up todate.com.

  1. Castillo F,Jimmenez R.(2002).Risk Factor For And Molecular Pathogenesis Of Pancreatic Cancer. www.up todate.com.

  1. Macfarlane P,Reid Robin,Callendar R. Pathology Illustrated. Churchill Livingstone.Harcourt Publishers Limited.2000: 381.

  1. Hadi S. Tumor Pankreas. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1.edisi 3.Balai Penerbit FKUI.Jakarta.1993: 398-402.

  1. Kaplan M Marshal,Chopra Sanjiv.(2002).Pruritus Associated With Cholestatis. www.up todate.com.

  1. Flamm steven,Kaplan,Chopra Sanjiv.(2002).Hypercholesterolemia And Atherosclerosis In Primary Biliary Cirrhosis. www.up todate.com.

  1. Widmann K Frances.Clinical Interprestation of labolatory test.9th ed.The FA Davis company.Philadelphia: 1989 : 301-16.

  1. AGA Guidline. (2002).Epidemiology,Diagnosis And Treatment Of Pancreatic Ductal Adenocarcinoma. www.up todate.com.

  1. Guyton & Hall. Fisiologi Gastrointestinal.Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC.edisi 9.1997: 987-1059.