Minggu, 18 Januari 2015

Sang Hakim

Bukalah mata hati, bukan mata benci Kita bukanlah Sang Hakim Yang layak untuk menghukum Kita juga pernah tersalah, dan bersalah Bencilah sekedarnya Maafkanlah kekhilafannya…walau Kita bukanlah manusia yang sempurna Janganlah merasa seolah tanpa noda Kita hanya manusia yang penuh khilaf salah Maafkanlah ia bila hatimu terluka Karena kita bukan sang hakim -Maidany-

Selasa, 23 September 2014

Karena Allah kita bertemu


Ada yang pernah dapat surat cinta? Wah pasti bukan kepalang rasanya ya. Apalagi dari orang yang kita sukai dan diidamkan. Hmm.. kalo surat cinta dari sodara sendiri ada yang udah pernah dapat belum?. Rasanya luarr biasa bahagia campur terharu. Dipenghujung pertemuan ini, semua nya berubah menjadi mellow. Yang awalnya heboh jadi berubah terharu. Tak segan pula menitikkan airmata mengenang masa-masa preklinik dan sebelum menemukan lingkaran ini. Dalam lingkaran indah ini, kita bertemu. Allah sematkan jiwa-jiwa kita untuk bertemu dan memadu kasih dalam dekapan ukhuwahnya. Allah izinkan pertemuan hati kita sehingga menjadi ikatan yang saling menasehati dan saling mendoakan sahabatnya. Rindu masa-masa kita bersama lagi. Masa-masa saling mencemooh dan mencibir padahal di dalam hati sayang dan selalu mendoakan sahabat di setiap shalatnya. Mendoakan masing-masing kita menjadi orang yang berguna. Mendoakan dipertemukan lagi kelak di surga oleh Allah. Saat kau disurga nanti jangan lupakan aku wahai sahabat. Karena mereka yang saling mengasihi karena Allah kelak nanti akan dipertemukan kembali disurga Allah. Amiin..
Mencatut sikit kata-kata penulis buku “Dalam Dekapan Ukhuwah”-Salim A Fillah.
“Kau mengatakan,”Dalam tiap takdir kesalahanmu padaku, aku senantiasa berharap takdir kemaafanku mengiringinya.” Kujawab lirih, “Dalam tiap takdir kejatuhanmu, semoga tertakdir pula uluran tanganku.” Maka kita pun bersenandung, “Dalam takdir ukhuwah kita, semoga terbangun kokoh menara cahaya, Tempat kita bercengkrama kelak di surga.”
Dalam dekapan ukhuwah kita tersambung bukan untuk saling terikat membebani melainkan untuk saling tersenyum memahami dan saling mengerti dengan kelembutan nurani.
Ketika kubaca firmanNya, “sungguh tiap mukmin bersaudara” Aku merasa, kadang ukhuwah tak perlu dirisaukan. Tak perlu, karena ia hanyalah akibat dari iman. Aku ingat pertemuan pertama kita, ukhti sayang. Dalam dua detik, dua detik saja. Aku telah merasakan perkenalan, bahkan kesepakatan. Itulah ruh-ruh kita yang saling menyapa, berpeluk mesra. Dengan iman yang menyala,mereka telah mufakat. Meski lisan belum saling sebut nama, dan tangan belum berjabat.

Ya kubaca lagi firmanNya “sungguh tiap mukmin bersaudara”. Aku makin tahu, persaudaraan tak perlu dirisaukan. Karena saat ikatan melemah, saat keakraban kita merapuh. Saat salam terasa menyakitkan, saat kebersamaan terasa siksaan. Saat pemberian bagai bara api, saat kebaikan justru melukai. Aku tahu, yang rombeng bukan ukhuwah kita. Hanya iman-iman kita yang sedang sakit, atau mengerdil. Mungkin dua-duanya, mungkin kau saja. Tentu terlebih sering, imankulah yang compang-camping.

Karena persaudaraan kita begitu berarti bagiku dan hidupku selama ini. Terimakasih sahabat.
Uhibbufikum fillah ukhti.. J